Korelasi Akal dan Panjangnya jenggot (Meneliti pernyataan Ketua PBNU, KH. Said Aqil Sirajd)
Setelah Ketua Umum PBNU menyatakan bahwa jenggot mengurangi kecerdasan
dan semakin panjang jenggotnya semakin goblok, sontak para anti NU
langsung mencaci dan menyerang dengan semangatnya. Padahal sebagai
muslim jika kita ragu dengan Qaul Ulama, kita tidak boleh langsung
mengingkarinya, namun harus mencari dalilnya atau minimal diam karena
bukan Ulamanya yang keliru namun kita yang masih bodoh akan ilmu agama.
Sebagaimana diterangkan dalam kitab Umdatussalik :
إذا سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من
الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى
الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة
مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق
هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .
“Apabila engkau mendengar beberapa ucapan dari ahli Tashawuf dan ahlul
kamal yang mana secara zahir tidak sesuai dengan syariat Nabi yang
menyatakan petunjuk dari segala kesesatan, maka bertawaquflah
(berdiamlah/jangan berkomentar) engkau padanya dan bermohonlah
(berserahlah) kepada Allah Yang Maha Mengetahui agar engkau di beri akan
ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau cenderung
mengingkarinya yang mengakibatkan memberi kesimpulan yang buruk. Karena
sebagian dari pada kalimah atau perkataan mereka itu adalah isyarat yang
tidak mudah difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya
dari pada isi al Quran al Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang.
Maka jalan ini lebih selamat sejahtera, dan jalan yang lurus.”
Jadi diam atau mencari dalilnya, untuk itu mari kita buka kitab kuning tentang Hukum berjenggot.
Hukum Memelihara dan Mencukur Jenggot
Sedikit saya kutip keterangan mengenai jenggot dari Ustadz Idrus Ramli, Nabi Muhammad SAW bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا
الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ
عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)
Dari Ibn Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berbeda
dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”.
Dan ketika Ibn Umar melaksanakan haji atau umrah, beliau memegang
jenggotnya, dan ia pun memotong bagian yang melebihi genggamannya”
(Shahih al-Bukhari, 5442)
Walaupun hadits ini menggunakan kata perintah, namun tidak serta merta,
kata tersebut menunjukkan kewajiban memanjangkan jenggot serta kewajiban
mencukur kumis. Kalangan Syafi’iyyah mengatakan bahwa perintah itu
menunjukkan sunnah. Perintah itu tidak menunjukkan sesuatu yang pasti
atau tegas (dengan bukti Ibnu Umar sebagai sahabat yang mendengar
langsung sabda Nabi Muhammad Saw tersebut masih memotong jenggot yang
melebihi genggamannya). Sementara perintah yang wajib itu hanya berlaku
manakala perintahnya tegas.
Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari menyatakan mencukur jenggot adalah
makruh khususnya jenggot yang tumbuh pertama kali. Karena jenggot itu
dapat menambah ketampanan dan membuat wajah menjadi rupawan. (Asnal
Mathalib, juz I hal 551)
Dari alasan ini sangat jelas bahwa alasan dari perintah Nabi Muhammad
SAW itu tidak murni urusan agama, tetapi juga terkait dengan kebiasaan
atau adat istiadat. Dan semua tahu bahwa jika suatu perintah memiliki
keterkaitan dengan adat, maka itu tidak bisa diartikan dengan wajib.
Hukum yang muncul dari perintah itu adalah sunnah atau bahkan mubah.
Jika dibaca secara utuh, terlihat jelas bahwa hadits tersebut berbicara
dalam konteks perintah untuk tampil berbeda dengan orang-orang musyrik.
Imam al-Ramli menyatakan, “Perintah itu bukan karena jenggotnya. Guru
kami mengatakan bahwa mencukur jenggot itu menyerupai orang kafir dan
Rasululullah SAW sangat mencela hal itu, bahkan Rasul SAW mencelanya
sama seperti mencela orang kafir” (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz IV hal
162)
Atas dasar pertimbangan ini, maka ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa
memelihara jenggot dan mencukur kumis adalah sunnah, tidak wajib.
Oleh karena Setelah Ketua Umum PBNU menyatakan bahwa jenggot mengurangi
kecerdasan dan semakin panjang jenggotnya semakin goblok, sontak para
anti NU langsung mencaci dan menyerang dengan semangatnya. Padahal
sebagai muslim jika kita ragu dengan Qaul Ulama, kita tidak boleh
langsung mengingkarinya, namun harus mencari dalilnya atau minimal diam
karena bukan Ulamanya yang keliru namun kita yang masih bodoh akan ilmu
agama. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Umdatussalik :
إذا سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من
الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى
الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة
مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق
هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .
“Apabila engkau mendengar beberapa ucapan dari ahli Tashawuf dan ahlul
kamal yang mana secara zahir tidak sesuai dengan syariat Nabi yang
menyatakan petunjuk dari segala kesesatan, maka bertawaquflah
(berdiamlah/jangan berkomentar) engkau padanya dan bermohonlah
(berserahlah) kepada Allah Yang Maha Mengetahui agar engkau di beri akan
ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau cenderung
mengingkarinya yang mengakibatkan memberi kesimpulan yang buruk. Karena
sebagian dari pada kalimah atau perkataan mereka itu adalah isyarat yang
tidak mudah difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya
dari pada isi al Quran al Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang.
Maka jalan ini lebih selamat sejahtera, dan jalan yang lurus.”
Jadi diam atau mencari dalilnya, untuk itu mari kita buka kitab kuning tentang Hukum berjenggot.
Hukum Memelihara dan Mencukur Jenggot
Sedikit saya kutip keterangan mengenai jenggot dari Ustadz Idrus Ramli, Nabi Muhammad SAW bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا
الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ
عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)
Dari Ibn Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berbeda
dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”.
Dan ketika Ibn Umar melaksanakan haji atau umrah, beliau memegang
jenggotnya, dan ia pun memotong bagian yang melebihi genggamannya”
(Shahih al-Bukhari, 5442)
Walaupun hadits ini menggunakan kata perintah, namun tidak serta merta,
kata tersebut menunjukkan kewajiban memanjangkan jenggot serta kewajiban
mencukur kumis. Kalangan Syafi’iyyah mengatakan bahwa perintah itu
menunjukkan sunnah. Perintah itu tidak menunjukkan sesuatu yang pasti
atau tegas (dengan bukti Ibnu Umar sebagai sahabat yang mendengar
langsung sabda Nabi Muhammad Saw tersebut masih memotong jenggot yang
melebihi genggamannya). Sementara perintah yang wajib itu hanya berlaku
manakala perintahnya tegas.
Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari menyatakan mencukur jenggot adalah
makruh khususnya jenggot yang tumbuh pertama kali. Karena jenggot itu
dapat menambah ketampanan dan membuat wajah menjadi rupawan. (Asnal
Mathalib, juz I hal 551)
Dari alasan ini sangat jelas bahwa alasan dari perintah Nabi Muhammad
SAW itu tidak murni urusan agama, tetapi juga terkait dengan kebiasaan
atau adat istiadat. Dan semua tahu bahwa jika suatu perintah memiliki
keterkaitan dengan adat, maka itu tidak bisa diartikan dengan wajib.
Hukum yang muncul dari perintah itu adalah sunnah atau bahkan mubah.
Jika dibaca secara utuh, terlihat jelas bahwa hadits tersebut berbicara
dalam konteks perintah untuk tampil berbeda dengan orang-orang musyrik.
Imam al-Ramli menyatakan, “Perintah itu bukan karena jenggotnya. Guru
kami mengatakan bahwa mencukur jenggot itu menyerupai orang kafir dan
Rasululullah SAW sangat mencela hal itu, bahkan Rasul SAW mencelanya
sama seperti mencela orang kafir” (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz IV hal
162)
Atas dasar pertimbangan ini, maka ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa
memelihara jenggot dan mencukur kumis adalah sunnah, tidak wajib. Oleh
karena itu tidak ada dosa bagi orang yang mencukur jenggotnya. Apalagi
bagi seorang yang malah hilang ketampanan dan kebersihan serta
kewibawaannya ketika ada jenggot di wajahnya. Misalnya apabila seseorang
memiliki bentuk wajah yang tidak sesuai jika ditumbuhi jenggot, atau
jenggot yang tumbuh hanya sedikit.
Adapun pendapat yang mengarahkan perintah itu pada suatu kewajiban
adalah tidak memiliki dasar yang kuat. Al-Halimi dalam kitab Manahij
menyatakan bahwa pendapat yang mewajibkan memanjangkan jenggot dan haram
mencukurnya adalah pendapat yang lemah. (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz V
hal 551). Imam Ibn Qasim al-abbadi menyatakan bahwa pendapat yang
menyatakan keharaman mencukur jenggot menyalahi pendapat yang dipegangi
(mu’tamad). (Hasyiah Tuhfatul Muhtaj Syarh al-Minhaj, juz IX hal
375-376)
Batas Sunnah Memelihara Jenggot
Dalam riwayat Bukhari terdapat redaksi kelanjutan hadis diatas:
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ (رواه البخاري رقم 5892)
“Ibnu Umar ketika haji atau umrah memegang jenggotnya, maka apa yang
melebihi (genggamannya) ia memotongnya” (HR Bukhari No 5892)
al-Hafidz Ibnu Hajar menyampaikan riwayat yang lain:
وَقَدْ أَخْرَجَهُ مَالِك فِي الْمُوَطَّأ " عَنْ نَافِع بِلَفْظِ كَانَ
اِبْن عُمَر إِذَا حَلَقَ رَأْسه فِي حَجّ أَوْ عَمْرَة أَخَذَ مِنْ
لِحْيَته وَشَارِبه " (فتح الباري لابن حجر - ج 16 / ص 483)
“Dan telah diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwatha’ dari Nafi’ dengan
redaksi: Ibnu Umar jika mencukur rambutnya saat haji atau umrah, ia juga
memotong jenggot dan kumisnya” (Fath al-Baarii 16/483)
Qadliy Iyadl menyatakan: “Hukum mencukur, memotong, dan membakar jenggot
adalah makruh. Sedangkan memangkas kelebihan, dan merapikannya adalah
perbuatan yang baik. Dan membiarkannya panjang selama satu bulan adalah
makruh, seperti makruhnya memotong dan mengguntingnya.[/i]” (Imam
An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).
Menurut Imam An-Nawawi, para ‘ulama berbeda pendapat, apakah satu bulan
itu merupakan batasan atau tidak untuk memangkas jenggot (lihat juga
penuturan Imam Ath-Thabari dalam masalah ini; al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath
al-Bârî, juz 10, hal. 350-351).
Sebagian ‘ulama tidak memberikan batasan apapun. Namun mereka tidak
membiarkannya terus memanjang selama satu bulan, dan segera memotongnya
bila telah mencapai satu bulan.
Imam Malik memakruhkan jenggot yang dibiarkan panjang sekali. Sebagian
‘ulama yang lain berpendapat bahwa panjang jenggot yang boleh dipelihara
adalah segenggaman tangan. Bila ada kelebihannya (lebih dari
segenggaman tangan) mesti dipotong. Sebagian lagi memakruhkan memangkas
jenggot, kecuali saat haji dan umrah saja (lihat Imam An-Nawawi, Syarah
Shahih Muslim, hadits no. 383; dan lihat juga Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath
al-Bârî, hadits. No. 5442).
Menurut Imam Ath-Thabari, para ‘ulama juga berbeda pendapat dalam
menentukan panjang jenggot yang harus dipotong. Sebagian ‘ulama tidak
menetapkan panjang tertentu, akan tetapi dipotong sepantasnya dan
secukupnya. Imam Hasan Al-Bashri biasa memangkas dan mencukur jenggot,
hingga panjangnya pantas dan tidak merendahkan dirinya.
Jenggot dan Kecerdasan
Dalam kitab Akhbar Al-hamqa wal Mughaffilin Libnil Jauzy disebutkan:
قال عبد الملك بن مروان: من طالت لحيته فهو كوسجٌ في عقله. وقال غيره: من
قصرت قامته، وصغرت هامته، وطالت لحيته، فحقيقاً على المسلمين أن يعزوه في
عقله. وقال أصحاب الفراسة: إذا كان الرجل طويل القامة واللحية فاحكم عليه
بالحمق،
...... الى ان قال ......
وقال بعض الحكماء: موضع العقل الدماغ، وطريق الروح الأنف، وموضع الرعونة
طويل اللحية. وعن سعد بن منصور أنه قال: قلت لابن إدريس: أرأيت سلام بن أبي
حفصة؟ قال: نعم، رأيته طويل اللحية وكان أحمق.
...... الى ان قال ......
. قال زياد ابن أبيه: ما زادت لحية رجل على قبضته، إلا كان ما زاد فيها نقصاً من عقله.
Abdul Malik bin marwan berkata: Barang Siapa panjang jenggotnya maka ia
sedikit akalnya, Ulama lain berkata: Barang siapa yang pendek
perawakannya, kecil kepalanya dan panjang jenggotnya Maka jelas bagi
muslimin untuk menisbatkan pada akalnya. Ashabul firosah berkata: ketika
seseorang tinggi perawakan dan panjang jenggotnya maka bisa dipastikan
ia orang yang bodoh.
Sebagian Ahli Hikmah mengatakan: Tempatnya akal itu pada otak, jalan
jiwa itu melalui hidung dan tempat kebodohan itu pada panjangnya
jenggot. Dan dari sa'd bin Manshur mengatakan: aku berkata kepada ibn
idris: Apakah kamu tahu sulam bin abi hafshah? dia menjawab: iya, aku
melihat panjang jenggotnya dan dia bodoh.
Ziad berkata: Tidaklah tambah lelaki yang jenggotnya melebihi genggammannya, kecuali hanya tambah kurang akalnya(kecerdasannya)
قال بعض الشعراء: متقارب:
إذا عرضت للفتى لـحـيةٌ
وطالت فصارت إلى سرته
فنقصان عقل الفتى عندنـا
بمقدار ما زاد في لحيتـه
Sebagian penyair berkata dengan Bahar Mutaqarib:
Ketika pemuda mempunyai jenggot lebar dan panjang sampai pusarnya, maka
kalnya(kecerdasannya) berkurang seukuran panjang jenggotnya(semakin
panjang semakin kurang).
Kesimpulan
Hukum mencukur jenggot terdapat khilaf, palagi kalau kita bawa ke ranah
lintas madzhab sangat banyak sekali khilafnya, sedangkan untuk panjang
jenggot itu sampai berapa? sebagian mengatakan seukuran genggaman
tangannya, bahkan jika melebihi genggaman tidak akan nampak kealimannya
justru kebodohannya dan semakin panjang akan semakin nampak
kebodohannya.
Yang terpenting dari penjelasan ini adalah sebagai Muslim sudah
seharusnya ta'dzim dengan Ulama yang pendapatnya belum kita ketahui
dalilnya, karena bukan mereka yang keliru namun kita yang masih minim
pengetahuan agama. Wallahu a'lam.
Hamim Mustofa Nerashuke
Blitar, 13 September 2015
Setelah Ketua Umum PBNU menyatakan bahwa jenggot mengurangi kecerdasan
dan semakin panjang jenggotnya semakin goblok, sontak para anti NU
langsung mencaci dan menyerang dengan semangatnya. Padahal sebagai
muslim jika kita ragu dengan Qaul Ulama, kita tidak boleh langsung
mengingkarinya, namun harus mencari dalilnya atau minimal diam karena
bukan Ulamanya yang keliru namun kita yang masih bodoh akan ilmu agama.
Sebagaimana diterangkan dalam kitab Umdatussalik :
إذا سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من
الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى
الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة
مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق
هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .
“Apabila engkau mendengar beberapa ucapan dari ahli Tashawuf dan ahlul
kamal yang mana secara zahir tidak sesuai dengan syariat Nabi yang
menyatakan petunjuk dari segala kesesatan, maka bertawaquflah
(berdiamlah/jangan berkomentar) engkau padanya dan bermohonlah
(berserahlah) kepada Allah Yang Maha Mengetahui agar engkau di beri akan
ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau cenderung
mengingkarinya yang mengakibatkan memberi kesimpulan yang buruk. Karena
sebagian dari pada kalimah atau perkataan mereka itu adalah isyarat yang
tidak mudah difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya
dari pada isi al Quran al Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang.
Maka jalan ini lebih selamat sejahtera, dan jalan yang lurus.”
Jadi diam atau mencari dalilnya, untuk itu mari kita buka kitab kuning tentang Hukum berjenggot.
Hukum Memelihara dan Mencukur Jenggot
Sedikit saya kutip keterangan mengenai jenggot dari Ustadz Idrus Ramli, Nabi Muhammad SAW bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا
الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ
عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)
Dari Ibn Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berbeda
dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”.
Dan ketika Ibn Umar melaksanakan haji atau umrah, beliau memegang
jenggotnya, dan ia pun memotong bagian yang melebihi genggamannya”
(Shahih al-Bukhari, 5442)
Walaupun hadits ini menggunakan kata perintah, namun tidak serta merta,
kata tersebut menunjukkan kewajiban memanjangkan jenggot serta kewajiban
mencukur kumis. Kalangan Syafi’iyyah mengatakan bahwa perintah itu
menunjukkan sunnah. Perintah itu tidak menunjukkan sesuatu yang pasti
atau tegas (dengan bukti Ibnu Umar sebagai sahabat yang mendengar
langsung sabda Nabi Muhammad Saw tersebut masih memotong jenggot yang
melebihi genggamannya). Sementara perintah yang wajib itu hanya berlaku
manakala perintahnya tegas.
Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari menyatakan mencukur jenggot adalah
makruh khususnya jenggot yang tumbuh pertama kali. Karena jenggot itu
dapat menambah ketampanan dan membuat wajah menjadi rupawan. (Asnal
Mathalib, juz I hal 551)
Dari alasan ini sangat jelas bahwa alasan dari perintah Nabi Muhammad
SAW itu tidak murni urusan agama, tetapi juga terkait dengan kebiasaan
atau adat istiadat. Dan semua tahu bahwa jika suatu perintah memiliki
keterkaitan dengan adat, maka itu tidak bisa diartikan dengan wajib.
Hukum yang muncul dari perintah itu adalah sunnah atau bahkan mubah.
Jika dibaca secara utuh, terlihat jelas bahwa hadits tersebut berbicara
dalam konteks perintah untuk tampil berbeda dengan orang-orang musyrik.
Imam al-Ramli menyatakan, “Perintah itu bukan karena jenggotnya. Guru
kami mengatakan bahwa mencukur jenggot itu menyerupai orang kafir dan
Rasululullah SAW sangat mencela hal itu, bahkan Rasul SAW mencelanya
sama seperti mencela orang kafir” (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz IV hal
162)
Atas dasar pertimbangan ini, maka ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa
memelihara jenggot dan mencukur kumis adalah sunnah, tidak wajib. Oleh
karena Setelah Ketua Umum PBNU menyatakan bahwa jenggot mengurangi
kecerdasan dan semakin panjang jenggotnya semakin goblok, sontak para
anti NU langsung mencaci dan menyerang dengan semangatnya. Padahal
sebagai muslim jika kita ragu dengan Qaul Ulama, kita tidak boleh
langsung mengingkarinya, namun harus mencari dalilnya atau minimal diam
karena bukan Ulamanya yang keliru namun kita yang masih bodoh akan ilmu
agama. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Umdatussalik :
إذا سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من
الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى
الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة
مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق
هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .
“Apabila engkau mendengar beberapa ucapan dari ahli Tashawuf dan ahlul
kamal yang mana secara zahir tidak sesuai dengan syariat Nabi yang
menyatakan petunjuk dari segala kesesatan, maka bertawaquflah
(berdiamlah/jangan berkomentar) engkau padanya dan bermohonlah
(berserahlah) kepada Allah Yang Maha Mengetahui agar engkau di beri akan
ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau cenderung
mengingkarinya yang mengakibatkan memberi kesimpulan yang buruk. Karena
sebagian dari pada kalimah atau perkataan mereka itu adalah isyarat yang
tidak mudah difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya
dari pada isi al Quran al Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang.
Maka jalan ini lebih selamat sejahtera, dan jalan yang lurus.”
Jadi diam atau mencari dalilnya, untuk itu mari kita buka kitab kuning tentang Hukum berjenggot.
Hukum Memelihara dan Mencukur Jenggot
Sedikit saya kutip keterangan mengenai jenggot dari Ustadz Idrus Ramli, Nabi Muhammad SAW bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا
الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ
عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)
Dari Ibn Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berbeda
dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”.
Dan ketika Ibn Umar melaksanakan haji atau umrah, beliau memegang
jenggotnya, dan ia pun memotong bagian yang melebihi genggamannya”
(Shahih al-Bukhari, 5442)
Walaupun hadits ini menggunakan kata perintah, namun tidak serta merta,
kata tersebut menunjukkan kewajiban memanjangkan jenggot serta kewajiban
mencukur kumis. Kalangan Syafi’iyyah mengatakan bahwa perintah itu
menunjukkan sunnah. Perintah itu tidak menunjukkan sesuatu yang pasti
atau tegas (dengan bukti Ibnu Umar sebagai sahabat yang mendengar
langsung sabda Nabi Muhammad Saw tersebut masih memotong jenggot yang
melebihi genggamannya). Sementara perintah yang wajib itu hanya berlaku
manakala perintahnya tegas.
Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari menyatakan mencukur jenggot adalah
makruh khususnya jenggot yang tumbuh pertama kali. Karena jenggot itu
dapat menambah ketampanan dan membuat wajah menjadi rupawan. (Asnal
Mathalib, juz I hal 551)
Dari alasan ini sangat jelas bahwa alasan dari perintah Nabi Muhammad
SAW itu tidak murni urusan agama, tetapi juga terkait dengan kebiasaan
atau adat istiadat. Dan semua tahu bahwa jika suatu perintah memiliki
keterkaitan dengan adat, maka itu tidak bisa diartikan dengan wajib.
Hukum yang muncul dari perintah itu adalah sunnah atau bahkan mubah.
Jika dibaca secara utuh, terlihat jelas bahwa hadits tersebut berbicara
dalam konteks perintah untuk tampil berbeda dengan orang-orang musyrik.
Imam al-Ramli menyatakan, “Perintah itu bukan karena jenggotnya. Guru
kami mengatakan bahwa mencukur jenggot itu menyerupai orang kafir dan
Rasululullah SAW sangat mencela hal itu, bahkan Rasul SAW mencelanya
sama seperti mencela orang kafir” (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz IV hal
162)
Atas dasar pertimbangan ini, maka ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa
memelihara jenggot dan mencukur kumis adalah sunnah, tidak wajib. Oleh
karena itu tidak ada dosa bagi orang yang mencukur jenggotnya. Apalagi
bagi seorang yang malah hilang ketampanan dan kebersihan serta
kewibawaannya ketika ada jenggot di wajahnya. Misalnya apabila seseorang
memiliki bentuk wajah yang tidak sesuai jika ditumbuhi jenggot, atau
jenggot yang tumbuh hanya sedikit.
Adapun pendapat yang mengarahkan perintah itu pada suatu kewajiban
adalah tidak memiliki dasar yang kuat. Al-Halimi dalam kitab Manahij
menyatakan bahwa pendapat yang mewajibkan memanjangkan jenggot dan haram
mencukurnya adalah pendapat yang lemah. (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz V
hal 551). Imam Ibn Qasim al-abbadi menyatakan bahwa pendapat yang
menyatakan keharaman mencukur jenggot menyalahi pendapat yang dipegangi
(mu’tamad). (Hasyiah Tuhfatul Muhtaj Syarh al-Minhaj, juz IX hal
375-376)
Batas Sunnah Memelihara Jenggot
Dalam riwayat Bukhari terdapat redaksi kelanjutan hadis diatas:
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ (رواه البخاري رقم 5892)
“Ibnu Umar ketika haji atau umrah memegang jenggotnya, maka apa yang
melebihi (genggamannya) ia memotongnya” (HR Bukhari No 5892)
al-Hafidz Ibnu Hajar menyampaikan riwayat yang lain:
وَقَدْ أَخْرَجَهُ مَالِك فِي الْمُوَطَّأ " عَنْ نَافِع بِلَفْظِ كَانَ
اِبْن عُمَر إِذَا حَلَقَ رَأْسه فِي حَجّ أَوْ عَمْرَة أَخَذَ مِنْ
لِحْيَته وَشَارِبه " (فتح الباري لابن حجر - ج 16 / ص 483)
“Dan telah diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwatha’ dari Nafi’ dengan
redaksi: Ibnu Umar jika mencukur rambutnya saat haji atau umrah, ia juga
memotong jenggot dan kumisnya” (Fath al-Baarii 16/483)
Qadliy Iyadl menyatakan: “Hukum mencukur, memotong, dan membakar jenggot
adalah makruh. Sedangkan memangkas kelebihan, dan merapikannya adalah
perbuatan yang baik. Dan membiarkannya panjang selama satu bulan adalah
makruh, seperti makruhnya memotong dan mengguntingnya.[/i]” (Imam
An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).
Menurut Imam An-Nawawi, para ‘ulama berbeda pendapat, apakah satu bulan
itu merupakan batasan atau tidak untuk memangkas jenggot (lihat juga
penuturan Imam Ath-Thabari dalam masalah ini; al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath
al-Bârî, juz 10, hal. 350-351).
Sebagian ‘ulama tidak memberikan batasan apapun. Namun mereka tidak
membiarkannya terus memanjang selama satu bulan, dan segera memotongnya
bila telah mencapai satu bulan.
Imam Malik memakruhkan jenggot yang dibiarkan panjang sekali. Sebagian
‘ulama yang lain berpendapat bahwa panjang jenggot yang boleh dipelihara
adalah segenggaman tangan. Bila ada kelebihannya (lebih dari
segenggaman tangan) mesti dipotong. Sebagian lagi memakruhkan memangkas
jenggot, kecuali saat haji dan umrah saja (lihat Imam An-Nawawi, Syarah
Shahih Muslim, hadits no. 383; dan lihat juga Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath
al-Bârî, hadits. No. 5442).
Menurut Imam Ath-Thabari, para ‘ulama juga berbeda pendapat dalam
menentukan panjang jenggot yang harus dipotong. Sebagian ‘ulama tidak
menetapkan panjang tertentu, akan tetapi dipotong sepantasnya dan
secukupnya. Imam Hasan Al-Bashri biasa memangkas dan mencukur jenggot,
hingga panjangnya pantas dan tidak merendahkan dirinya.
Jenggot dan Kecerdasan
Dalam kitab Akhbar Al-hamqa wal Mughaffilin Libnil Jauzy disebutkan:
قال عبد الملك بن مروان: من طالت لحيته فهو كوسجٌ في عقله. وقال غيره: من
قصرت قامته، وصغرت هامته، وطالت لحيته، فحقيقاً على المسلمين أن يعزوه في
عقله. وقال أصحاب الفراسة: إذا كان الرجل طويل القامة واللحية فاحكم عليه
بالحمق،
...... الى ان قال ......
وقال بعض الحكماء: موضع العقل الدماغ، وطريق الروح الأنف، وموضع الرعونة
طويل اللحية. وعن سعد بن منصور أنه قال: قلت لابن إدريس: أرأيت سلام بن أبي
حفصة؟ قال: نعم، رأيته طويل اللحية وكان أحمق.
...... الى ان قال ......
. قال زياد ابن أبيه: ما زادت لحية رجل على قبضته، إلا كان ما زاد فيها نقصاً من عقله.
Abdul Malik bin marwan berkata: Barang Siapa panjang jenggotnya maka ia
sedikit akalnya, Ulama lain berkata: Barang siapa yang pendek
perawakannya, kecil kepalanya dan panjang jenggotnya Maka jelas bagi
muslimin untuk menisbatkan pada akalnya. Ashabul firosah berkata: ketika
seseorang tinggi perawakan dan panjang jenggotnya maka bisa dipastikan
ia orang yang bodoh.
Sebagian Ahli Hikmah mengatakan: Tempatnya akal itu pada otak, jalan
jiwa itu melalui hidung dan tempat kebodohan itu pada panjangnya
jenggot. Dan dari sa'd bin Manshur mengatakan: aku berkata kepada ibn
idris: Apakah kamu tahu sulam bin abi hafshah? dia menjawab: iya, aku
melihat panjang jenggotnya dan dia bodoh.
Ziad berkata: Tidaklah tambah lelaki yang jenggotnya melebihi genggammannya, kecuali hanya tambah kurang akalnya(kecerdasannya)
قال بعض الشعراء: متقارب:
إذا عرضت للفتى لـحـيةٌ
وطالت فصارت إلى سرته
فنقصان عقل الفتى عندنـا
بمقدار ما زاد في لحيتـه
Sebagian penyair berkata dengan Bahar Mutaqarib:
Ketika pemuda mempunyai jenggot lebar dan panjang sampai pusarnya, maka
kalnya(kecerdasannya) berkurang seukuran panjang jenggotnya(semakin
panjang semakin kurang).
Kesimpulan
Hukum mencukur jenggot terdapat khilaf, palagi kalau kita bawa ke ranah
lintas madzhab sangat banyak sekali khilafnya, sedangkan untuk panjang
jenggot itu sampai berapa? sebagian mengatakan seukuran genggaman
tangannya, bahkan jika melebihi genggaman tidak akan nampak kealimannya
justru kebodohannya dan semakin panjang akan semakin nampak
kebodohannya.
Yang terpenting dari penjelasan ini adalah sebagai Muslim sudah
seharusnya ta'dzim dengan Ulama yang pendapatnya belum kita ketahui
dalilnya, karena bukan mereka yang keliru namun kita yang masih minim
pengetahuan agama. Wallahu a'lam.
Hamim Mustofa Nerashuke
Blitar, 13 September 2015
≠=========== Tambahan =========
Soal jenggot yg d debatkan td, SAS mengutip pendapat ini:
Pendapat ulama tentang jenggot panjang
Memanjangkan jenggot tanda-tanda pandir adalah ucapan Imam Ibnul Jauzi, Ibnu Nujaim dll.
Dalam kitab Ikhbar al Hamqaa wal Mughaffalin disebutkan:
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺑﻦ ﻣﺮﻭﺍﻥ : ﻣﻦ ﻃﺎﻟﺖ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﻓﻬﻮ ﻛﻮﺳﺞٌ ﻓﻲ ﻋﻘﻠﻪ. ﻭﻗﺎﻝ ﻏﻴﺮﻩ :
ﻣﻦ ﻗﺼﺮﺕ ﻗﺎﻣﺘﻪ ﻭﺻﻐﺮﺕ ﻫﺎﻣﺘﻪ ﻭﻃﺎﻟﺖ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﻓﺤﻘﻴﻘﺎً ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺃﻥ ﻳﻌﺰﻭﻩ ﻓﻲ
ﻋﻘﻠﻪ. ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﻔﺮﺍﺳﺔ : ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻃﻮﻳﻞ ﺍﻟﻘﺎﻣﺔ ﻭﺍﻟﻠﺤﻴﺔ ﻓﺎﺣﻜﻢ ﻋﻠﻴﻪ
ﺑﺎﻟﺤﻤﻖ ﻭﺇﺫﺍ ﺍﻧﻀﺎﻑ ﺇﻟﻰ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺭﺃﺳﻪ ﺻﻐﻴﺮﺍً ﻓﻼ ﺗﺸﻚ ﻓﻴﻪ
Ibnu Nujaim dalam Bahr Raiq:
ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻧﺠﻴﻢ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ( ﺍﻟﺒﺤﺮ ﺍﻟﺮﺍﺋﻖ ) ﻭﻫﻮ ﻳﺘﻜﻠﻢ ﻋﻦ ﺍﻷﺣﻤﻖ : ﻭﻳﺴﺘﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺻﻔﺘﻪ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺍﻟﺼﻮﺭﺓ ﺑﻄﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ . ﺍﻧﺘﻬﻰ.
Pendapat Syaikh Ali Haidar:
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻠﻲ ﺣﻴﺪﺭ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ( ﺩﺭﺭ ﺍﻟﺤﻜﺎﻡ ) : ﺍﻟﻌﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻤﻖ ﻫﻲ
ﻃﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ، ﻭﺍﻟﺘﻠﻔﺖ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﻮﺍﻧﺐ ﻛﺜﻴﺮﺍً، ﻭﺍﻟﻌﺠﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺑﺪﻭﻥ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ
ﻋﻮﺍﻗﺒﻬﺎ ﻭﻧﺘﺎﺋﺠﻬﺎ ..
Jadi yang dikritik kiai SAS bukan sunah berjenggot, tapi bg yang
jenggotnya tidak diramut, sok alim tp cara berfikirnya tdk selebat
jenggotnya
Kalo yg berjenggot tokoh2 yg berjenggot seperti Hb Umar BSA, Hb Ali Al
Jufriy, Mbah Hasyim As'ariy, Mbah Yai Maimun Zubair, maka jenggot tsb
akan menambah kebaikan beliau-beliau tsb....
Kalo yg berjenggot itu Wahabi maka akan semakin menambah kesombongan mereka...
Ada beberapa orang yg mengikuti sunnah dalam penampilan saja, namun dalam sikap mereka malah tidak nyunnah sama sekali....
Panjangnya jenggot akan semakin menunjukkan kebodohan orang2 yg seperti ini....
Imam Ghozali dalam Ihya'nya menuliskan syiir :
ﻻ ﻳﻐﺮﻧﻚ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺮء ﻗﻤﻴﺺ ﺭﻗﻌﻪ ... ﺃﻭ ﺇﺯﺍﺭ ﻓﻮﻕ ﻋﻈﻢ ﺍﻟﺴﺎﻕ ﻣﻨﻪ ﺭﻓﻌﻪ
ﺃﻭ ﺟﺒﻴﻦ ﻻﺡ ﻓﻴﻪ ﺃﺛﺮ ﻗﺪ ﺧﻠﻌﻪ ... ﺃﺭﻩ ﺍﻟﺪﺭﻫﻢ ﺗﻌﺮﻑ ﺣﺒﻪ ﺃﻭ ﻭﺭﻋﻪ
Jangan kau tertipu pada pakaian seseorang yang robek
Atau kain sarung yang ditinggikan di atas betis
Atau jidat yang mengkilap kehitam-hitaman
Perhatikan sifat wira’inya tatkala dihadapkan pada dirham
Dari sini jangan disalahfahami bahwa Imam Ghozali menghina sunnah...!!!
Akan tetapi beliau mengkritisi orang yg hanya sibuk pada chasing sedang
hardware dan softwarenya sedang soak dan error...!!!
Wallahu a'lam.....
sumber