HAKIKAT MUHAMMAD


Pada tanggal 12 Rabiul awal tahun gajah atau tanggal 20 April 571 Masehi yang lalu telah lahir seorang manusia yang menjadi Rahmatan Lil Alamin dan menyandang derajat keterpujian yang tidak terukur ketinggian dan kesempurnaannya serta kelak membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban dunia. Manusia tersebut adalah Ahmad yang kemudian menyandang nilai-nilai Ke-Muhammad-an yang sangat tinggi sehingga beliau berhak menyandang gelar Muhammad yaitu yang sangat terpuji dan selalu dipuja dan dipuji, yang menjadi Rahmatan Lil Alamin dan Uswatun Hasanah bagi seluruh makhluk yang ada di alam semesta Raya ini.

Kata Muhammad apabila kita renungkan lebih dalam lagi dapat diartikan secara lahiriah maupun secara batiniah, yaitu :
Pertama, Muhammad secara lahiriah adalah menunjuk kepada satu sosok seorang manusia biasa yang mempunyai sifat terpuji dan diutus oleh Allah untuk menyampaikan seruan atau ajaran Tauhid kepada seluruh umat manusia.
Katakanlah : “sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Maha Esa….” (QS Al Kahfi 18 : 110).
Sebagai manusia biasa, Muhammad merupakan prothotype manusia sempurna yang patut menjadi Uswatun Hasanah bagi seluruh umat manusia. Sebutan “Manusia Sempurna” sering disalahartikan oleh sebagian besar umat Islam, yakni Manusia sempurna adalah sosok manusia yang serba bisa, serba tahu, serba baik dan lain sebagainya. Padahal jika kita kaji dan renungkan kembali hakikat dari istilah “Sempurna” itu, mempunyai unsur keseimbangan, kesepadanan, kesesuaian dan keharmonisan dalam hal apapun. Dalam kajian Tauhid, kesempurnaan yang paling sempurna pada hakikatnya adalah Allah SWT itu sendiri. Apa yang diciptakan Allah di alam semesta ini merupakan ciptaan yang Maha Sempurna dan tidak ada yang sia-sia, sesuai dengan firman-Nya :
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah, sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang adakah kamu melihat sesuatu yang tidak seimbang”?. (QS Al Mulk 67 : 3).
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapa orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka” (QS Shad 38 : 27).
“…Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia, maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS Ali Imran 3 : 191).
Berdasarkan firman tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa apa yang terjadi dan apa yang dicipta di alam semesta ini adalah suatu kesempurnaan yang tidak sia-sia, baik sifat maupun bentuknya. Misalnya seperti : baik-buruk, indah-jelek, terpuji-tercela, siang-malam, panas-dingin, panjang-pendek, siang-malam, pria-wanita, besar-kecil dan sebagainya. Jadi suatu kesempurnaan adalah satu keseimbangan antara dua sifat atau unsure yang dikotomis atau bertolak belakang, sebab apabila hanya ada satu sifat saja atau ada baik saja, atau ada siang saja, atau ada dingin saja, hal itu bukanlah suatu yang dapat disebut sempurna.
Dengan dalih bahwa kita tidak akan sanggup mencapai derajat sempurna seperti Nabi Muhammad, banyak umat Islam merasa tidak perlu mencontoh semua apa yang telah diteladani oleh Nabi Muhammad SAW, terutama peristiwa Isra’ dan Mi’raj-nya beliau. Padahal sebagai Guru Besar bidang Tauhid Islam, beliau akan senang apabila seluruh umatnya dapat mencontoh semua teladannya., baik lahir maupun batin, bahkan beliau akan lebih senang lagi apabila ada umatnya yang dapat melebihi beliau.
Di dalam Al Qur’an telah diterangkan bahwa Muhammad SAW adalah contoh yang paling baik bagi umat manusia yang menghendaki perjumpaan dengan Allah ketika kita masih hidup di atas dunia. Hal ini sesuai dengan firman Allah ;
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan menemui Allah dan Hari Akhir dan mengingat Allah sebanyak-banyak” (QS Al Ahzab 33 : 21).
Sebagian ahli tafsir, banyak yang menterjemahkan ayat tersebut dengan iftiro atau menambah-nambahkan ayat tersebut dengan kata “mengharapkan rahmat Allah”, padahal bunyi sebenarnya adalah “Laqod kaana lakum fii Rasulillahi uswatu hasanatun liman kaana yaarjullohu walyaumil akhirawadzakarooloha kasyiron”.
Dalam ayat tersebut terdapat kata “yarjulloha” yang berarti mengharap Allah. Jadi bukan mengharapkan rahmat Allah atau mengharapkan ridha Allah, atau mengharapkan pahala Allah, atau mengharapkan rezeki Allah, tetapi yang benar adalah mengharapkan Allah semata. Bahkan kalau boleh dipertegas lagi ayat tersebut bermakna : “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang paling baik bai kamu, yaitu bagi orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhir dan banyak mengingat Allah”. Berdasarkan ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Rasulullah adalah contoh yang paling baik bagi umat manusia yang ingin mengharapkan bertemu dengan Allah di dunia ini, dan juga bertemu dengan hari akhir, agar kita dapat mengingat Allah sebanyak-banyaknya. Sebab mustahil kita dapat mengingat Allah apabila kita belum pernah bertemu dan melihat Allah.
Kedua, Muhammad secara batiniah adalah suatu anasir Yang Bersifat Terpuji, yang telah dimiliki oleh setiap manusia tanpa kecuali. Tetapi yang sangat disayangkan adalah bahwa tidak semua umat manusia yang menyadari keberadaan anasir tersebut, apalagi menumbuhkannya dalam kehidupan sehari-harinya. Sehingga tidaklah mengherankan apabila banyak orang yang mengaku umat Muhammad atau umat yang sangat terpuji, justru banyak melakukan perbuatan tercela. Hal ini diakibatkan karena mereka belum dapat meneyerap Muhammad dalam arti nilai-nilai keterpujian, di setiap aktivitas hidupnya dalam bermasyarakat. Padahal setiap harinya mereka selalu mengatakan : “Aku telah menyaksikan bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan aku telah menyaksikan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah”. Kalimat Syahadat tersebut mempunyai makna yang sangat dalam sekali, yaitu saksinya seorang pesaksi yang menyaksikan kepada siapa dia bersaksi. Secara hakikat, makna simbolis dari “wa asyhadu an la Muhammad Rasulullah” adalah sebuah pengakuan bahwa setiap diri telah ditempati oleh anasir Terpuji yaitu Nur Muhammad, yang harus diimani dan diikuti sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an dan juga sabda Nabi Muhammad SAW :
“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya di dalam dirimu ada Rasulullah …” (QS Al Hujurot 49 : 7).
Katakanlah : “Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” QS Ali Imran 3 : 31).
“Muhammad itu sekali-kalilah bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup Nabi-Nabi. Dan sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segalanya” (QS Al Ahzab 33 : 40).
“Orang-orang yang telah kami beri Al Kitab, mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya” (QS Al Baqarah 2 : 146).
“Ana ahmad bi la mim, wa ana ‘arabbi bi la ‘ain, wa man roaini, innaroaitul haq” Aku ahmad tanpa huruf mim dan aku adalah ‘arabbi tanpa huruf ‘ain, barang siapa melihat aku, sesungguhnya telah melihat Sang Maha Benar” (Hadits).
“Yang pertama kali diciptakan oleh Allah SWT adalah Cahaya-ku, wahai Jabir (HR Ibnu jabir). "Siapa saja yang mengatakan Muhammad Rasulullah telah mati, akan saya bunuh !" (Umar bin Khatab)
"Siapa yang menyembah Muhammad bin Abdullah, beliau telah mati. Siapa yang menyembah Wajah Allah, Dia-lah Yang Maha Abadi" (Abu Bakr Ash Shidiq)
"Dan janganlah kamu anggap mati orang-orang mati di Jalan Allah, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dan diberi Rezeki" (QS 3 : 169)
"Aku adalah Ahmad tanpa huruf mim. Aku adalah 'Arabbi tanpa huruf 'ain. Barang siapa melihat aku, sesungguhnya ia telah melihat Al Haqq" (Hadits)
"Sebuah makam dan kubah dan menara kecil tidaklah menyenangkan bagi para pengikut Yang Maha Besar.
"Makammu bukanlah diperindah oleh batu, kayu dan plesteran.
Bukan, bukan itu, melainkan dengan menggali makam untuk dirimu sendiri dalam kesucian ruhani dan menguburkan egoisme dirimu dalam Egoisme-Nya.
Dan menjadi debu-Nya dan terkubur dalam Cinta-Nya, sehingga Nafas-Nya dapat memenuhi dan menghidupimu"
(Jalaluddin Ar Rumi)
"Ya Nabi Salam 'alaika. Ya Rasul Salam 'alaika. Anta Syamsun, anta Badrun, anata Nuurun fauqo Nuurin !"

Kuswanto Abu Irsyad ( prana bumi )

Gendonglah Buah Hati Anda Saat Maghrib Tiba!

Gendonglah Buah Hati Anda Saat Maghrib Tiba!
Bunda, pernah mendengar pesan orangtua dahulu bahwa ketika waktu Maghrib tiba anak-anak, khususnya anak bayi harus segera digendong atau dipangku hingga waktu Maghrib berlalu? Ini bukan hanya sekadar wejangan orangtua yang berbau mitos, bukan pula tahayul, tapi ini juga sudah dijelaskan oleh Rasulullah SAW.
Dalam sabdanya :
“Bila malam datang, tahanlah anak-anak kalian karena sesungguhnya setan menyebar kala itu! Dan jika sesaat waktu malam telah berlalu, lepaskanlah mereka. Tutuplah pintu dan bacakanlah nama Allah! Karena sesungguhnya setan tidak bisa membuka pintu yang tertutup. Tutuplah bejana-bejana kalian dan bacakanlah nama Allah meski engkau akan menghidangkannya. Dan padamkanlah lampu kalian.” (Hadist Riwayat Al Bukhari dan Muslim)
Dijelaskan dalam redaksi yang lain bahwa matahari tenggelam diantara dua tanduk setan. Pada saat Maghrib ini dikatakan bahwa setan-setan menyebar mencari tempat untuk berlindung. Nah, kalau pada saat Maghrib rumah-rumah tidak ditutup dengan menyebut nama Allah ada kemungkinan besar rumah tersebut bisa dimasuki setan.
Mungkin diantara kita pernah menemui bayi yang menangis terus sejak Maghrib hingga malam. Bayi yang menangis tanpa sebab yang jelas (bukan karena mengompol, haus atau sakit), bisa jadi karena diganggu setan. Alangkah baiknya kita sebagai orangtua membentengi anak kita dari ganguan jin dan setan.
Bagaimana caranya?
Untuk membentengi keluarga dari gangguan jin dan setan bisa dengan membaca 10 ayat di surat Al Baqarah ayat 1-4, ayat kursi dan dua ayat setelahnya dan dua ayat terakhir surat al Baqarah.
Dari Ibnu Mas’ud r.a sesungguhnya Nabi saw bersabda, “Barangsiapa membaca sepuluh ayat; empat ayat diawal Al Baqarah, ayat kursi dan dua ayat setelahnya dan penghujung surat Al Baqarah, maka setan tidak akan masuk rumah tersebut hingga Subuh.” Hadist yang diriwayatkan dari Thabrani dalam AlKabir.
Hadist mengenai menahan anak-anak saat Maghrib inilah yang sering diabaikan orangtua zaman sekarang. Mereka kerap membiarkan anaknya bermain hingga azan, atau berada diluar rumah saat Maghrib. Padahal anak belum bisa membentengi diri dari gangguan-gangguan jin/setan yang sedang berkeliaran di waktu tersebut. Jadi mari mulai saat ini, kita amalkan hadist Rasulullah tersebut agar rumah dan keluarga kita terhindar dari gangguan jin.

Pusaka dunia

MAKNA TEMBANG GUNDUL-GUNDUL PACUL

GUNDUL-GUNDUL PACUL

Nembang Yuk : GUNDUL-GUNDUL PACUL
Tembang Jawa ini konon diciptakan pada tahun 1400-an oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, ternyata mempunyai arti filosofis yang dalam..
GUNDUL = kehormatan tanpa mahkota..
PACUL = cangkul, yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat..
Jadi pacul adalah lambang dari kawula rendah, kebanyakan petani..
Gundul Pacul, artinya bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota, tetapi dia adalah pemimpin yang mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya..
Orang Jawa mengatakan pacul adalah "papat kang ucul."
Kemuliaan seseorang tergantung dari 4 (empat) hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya :
1. Mata untuk melihat kesulitan rakyat/masyarakat/orang banyak..
2. Telinga untuk mendengar nasehat..
3. Hidung untuk mencium aroma kebaikan..
4. Mulut untuk berkata adil..
Jika 4 (empat) hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya..
Gembelengan artinya : besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya..
GUNDUL GUNDUL PACUL-CUL.
Jika orang yang kepalanya sudah kehilangan 4 (empat) indera itu, mengakibatkan :
a. GEMBELENGAN (Congkak/sombong)..
b. NYUNGGI-NYUNGGI WAKUL KUL.
(Menjunjung amanah rakyat/orang banyak) dengan.. GEMBELENGAN (sombong hati)..
c. WAKUL NGGLIMPANG.
(Amanah/kekuasaan jatuh tak bisa dipertahankan)..
d. SEGANE DADI SAK LATAR.
(Berantakan sia-sia, tak bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat)..
Ternyata lagu yang bernada lucu dan gembira ini bermakna dalam dan mulia...

oleh : Kuswanto Abu Irsyad ( prana bumi )


Penemuan sandal yang melecehkan Salah satu surat Al Qur'an (Surat Al Ikhlas), 
yang diproduksi PT PRADIPTA PERKASA MAKMUR jl.Raya Wringin Anom km.33 Krian
Tlp 031.8973661 fax 3823747. 

Alhamdulillah ada sahabat dari Surabaya yang sudah mulai bergerak untuk menindaklanjuitnya,
 Insya Allah hari ini akan dilaporkan ke MUI (Majelis Ulama Indonesia) Surabaya, berikut bukti fisik yang sudah didapatkan. 
Jazakumullah akh Danang Surya Indrawan yang sudah menginfokan,
 Ustadz Azizi Mohammed Isa dariFoKS yang sudah mengidentifikasi surat Al Qur'an, 
dan semua sahabat yang peduli dengan masalah ini, sambil menunggu, kita do'akan agar masalah ini segera selesai piihak terkait menarik sandal-sandal tersebut, dan tidak terulang lagi masalah ini.

Berikut terlampir ayat qur'an yang tertera di bawah sandalnya, ayat qur'an dengan style Kufi Murobba, yang membacanya dimulai dari bawah kanan, teeus melingkar kedalam searah jarum jam.


MOHON BISA DISEBARLUASKAN AGAR PRODUK DITARIK & MASYARAKAT TIDAK MEMBELI SANDAL INI.



KAROMAH Tuan Guru Haji MUHAMMAD ZAINI BIN ABDUL GHANI (GURU SEKUMPUL)

KAROMAH Tuan Guru Haji MUHAMMAD ZAINI BIN ABDUL GHANI (GURU SEKUMPUL)

Ada Seorang Sayyid yg setiap Hari duduk-duduk Di Tempat Perjudian. Sampai suatu Saat ajal datang menjemputnya, orang-orang kampung tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya. Di saat wafatnya, hanya Istri dan anaknya yang menghadapi jenazahnya, tidak ada satu tetangga pun datang. Tidak ada satu pun tetangga yang mau memandikan, mengkafani, mensholatkan jenazahnya.

Sang Istri menangis melihat keadaan suaminya, dia-pun berdo'a : "Yaa Allah..... Bagaimana Dengan Jenazah Suamiku, Apakah Aku Buang Ke sungai Mahakam ini atau Aku Biarkan Sampai Membusuk......!!! Engkau Yang Maha Luas Rahmat-Mu, Berilah Petunjuk.....!!!"

Tiba-tiba Masuk Seorang Tampan Tinggi Rupawan mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum Yaa Syarifah......!!!"

Tampak Puluhan Orang Berjubah Dan Bersorban Mengiringi Dibelakangnya.....!!!

"Wa'alaikum salam Warohmatullah......!!!"





Saat Melihat Sang Guru, Si Syarifah Tersentak Kaget Bukan Main, Yang Datang Adalah Al Imam Al Quthubul Akwan As-Syeikh Muhammad Zaini Bin Abdul Ghani Sekumpul.

Syarifah Bertanya, "Kapan Pian Kesini Guru,.... Kal-Tim dan Kal-Sel sangatlah jauh, apalagi kami di daerah Hulu Mahakam Kembang Janggut ini."

Jawab Guru Sekumpul : "Allah Yang Memudahkan..."

Tiba-tiba dari luar banyak orang kampung datang, dan terperanjat seketika tahu yang datang Guru Sekumpul, maka mereka keheranan dan salah-satu dari mereka berkata, "Wahai Guru,ini adalah orang yang senang berjudi, tiap hari duduk-duduk di tempat perjudian..."

Guru Sekumpul tersenyum dan berkata, "Apakah kamu melihat beliau sendiri main judi..., atau beliau cuma duduk-duduk saja disitu tanpa main judi?"


Baca Juga : air bekas pemandian jasad rasulullah saw

Sang penduduk terdiam, kata Abah Guru Sekumpul kemudian "beliau ini yang tiap hari kalian lihat di tempat perjudian adalah seorang Dzuriat Rasulullah SAW, beliau ini yang jadi Penyandang Bala di kampung sini, beliau ini yang setiap malam pada saat kalian tidur beliau bangun dan sholat tahajud mendo'a kan kalian, beliau juga yang rela setiap hari duduk di tempat perjudian berdzikir dan memohon ampun untuk para penjudi agar mereka sadar.., tapi kalian tidak tahu kalian cuma melihat dengan pandangan dzohir saja, beliau tidak terkenal dalam pandangan masyarakat bumi tapi sangat terkenal di langit."

Maka para penduduk menjerit dan menangis, yang biasa berjudi langsung sujud dan memohon ampun kepada Allah, lalu jenazah beliau dimandikan, dikafani dan disholatkan, hingga diantar ke pemakaman. Hujan pun turun dengan derasnya usai pemakaman. 

"Janganlah kalian seperti itu, walaupun dia berperilaku seperti itu, tp sebenarnya dia tidak seperti itu. Berprasangka baik-lah dengan makhluq Allah SWT, Dan hati-hati , kalau itu Dzurriyah Sayyidil Wujud SAW, kalau tadi tetap di biarkan seperti itu, sampai Syarifah itu Sakit Hati...... Tenggelam nanti desa kalian ini.. Murka Rasulullah SAW, Murka juga Allah SWT."

Setelah itu Abah Guru Sekumpul beserta rombongan pamit pulang naik kapal, tapi ada yang aneh.. Kapal yang di tumpangi Abah Guru Sekumpul beserta rombongan itu tidak nampak lagi di KalTim, sepertinya itu Kapal Alam Jabbarut kata Habib Husein Alaydrus Singa Mahakam, group Abah Guru Sekumpul. 



Raja Saudi Memenggal 28 Petugas Yang Bertanggung Jawab di Mina

Pemerintah Arab Saudi mengatakan insiden yang menewaskan hampir seribu jamaah haji akibat kegagalan petugas dalam mengatur petunjuk jalannya ibadah haji. Kejadian Mina ini menjadi insiden terburuk dalam 25 tahun penyelenggaraan haji.

korban tragedi di mina
 "Raja memerintahkan untuk memenggal 28 orang yang bertanggung jawab berada di lokasi Mina yang tidak mengikuti petunjuk," sebut media siber Addiyar dalam lamannya www.addiyar.com, Jumat, 25 September 2015.

Rencananya, eksekusi hukuman pancung kepada tersebut dilakukan Jumat, 25 September 2015 lalu. Dalam laporannya, Addiyar menyebut insiden tersebut Pemerintah Arab Saudi banyak mengalami kerugian dalam peristiwa na'as ini.


Baca Juga : Korelasi Akal dan Panjangnya Jenggot

Sebelumnya, Kehadiran rombongan konvoi anak dari Raja Saudi, Salman bin Abdulaziz Al Saud di pusat Kota Mina dituding menjadi salah stu penyebab tewasnya ratusan peziarah di pinggiran kota Mekah itu.

Harian Lebanon, al-Diyar melaporkan, Pangeran Mohammad bin Salman Al Saud memainkan peran sentral dalam peristiwa mematikan pada hari ketiga dari ibadah haji ini pada hari Kamis, kemarin, 24 September 2015.

Sang Pangeran, Mohammad, berusaha menghadiri pertemuan besar peziarah di Mina, lembah besar sekitar lima kilometer (tiga mil) dari Mekah, tiba di lokasi, kemarin pagi disertai dengan rombongan besar.

"Laporan itu mengatakan pasukan tentara 200 dan 150 petugas polisi mengawal sang pangeran," kutip di laman www.presstv.ir , Jumat, 25 September 2015. Kehadiran pangeran di tengah jemaah mengubah arah pergerakan jamaah dan saling berdesakan.

Harian berbahasa Arab itu menuturkan Salman dan rombongan cepat meninggalkan tempat kejadian. Pemerintah Saudi juga disebut berupaya menutup-nutupi seluruh cerita dan menepis kehadiran Salman di daerah tersebut. Para pejabat Arab Saudi membantah dan menyebut laporan tersebut tidak benar.

Menteri Kesehatan Saudi Khaled al-Falih malah menyalahkan para peziarah sebagai penyebab tragedi itu. "Jika para peziarah mengikuti petunjuk, jenis kecelakaan bisa dihindari," kata dia. Menurut Organisasi Haji dan Ziarah Iran lebih dari 1.300 orang tewas dalam insiden ini. Sebanyak 125 orang di antaranya warga Iran.

Jumlah yang dilansir otoritas haji Negeri Para Mullah itu berbeda dengan klaim pejabat Arab Saudi yang menyebutkan jumlah korban tewas sebanyak 717 orang dan jumlah cidera mencapai 863 orang. (Tempo.co)

Mahasiswa UIN Di DO Akibat Menghina Nabi Muhammad dan Al-Quran

BeritaCenter – Tuah Aulia Fuadi menyebut sebaiknya Alquran direvisi karena sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Mahasiswa tingkat lima Jurusan Ahwal Al Syakhshiyah Fakultas Syari’ah UIN Sumut itu menulis di akun Facebook miliknya.
Karena dinilai melakukan penistaan agama dengan melecehkan Nabi Muhammad dan ajarannya, membuatnya dipecat dari kampusnya.
Hal ini dibenarkan oleh Rektor UIN Sumut Prof. Nur Ahmad Fadhil Lubis ketika dihubungi via seluler, Rabu (23/9).
“Iya benar, dia sudah kita pulangkan kepada orang tuanya. Itu dilakukan setelah melalui prosedur, baru kita keluarkan SK (pemecatan),” katanya .
Informasi pemecatan itu awalnya dipublikasi oleh akun Imran Purba dalam postingannya di Facebook, dengan judul:
“Kemarin sudah diputuskan ada pemecatan mahasiswa UINSU Medan, yang menghina Allah, Nabi SAW dan Al-Qur’an.”
Postingan itu disertai dengan salinan keputusan pemecatan yang ditandatangani oleh Rektor UIN Sumut Prof. Nur Ahmad Fadhil Lubis tanggal 21 September 2015.
Tuah Aulia Fuadi merupakan mahasiswa semester V Jurusan Ahwal Al Syakhshiyah Fakultas Syari’ah UIN Sumut.
Aulia mengungkapkan pikirannya di dalam akun Facebook miliknya. Namun di dalam postingannya itu mengundang kecaman dari berbagai kalangan dan masyarakat luas dimana dia dinilai telah melecehkan Nabi Muhammad dan ajaran yang dibawakannya.
“Dahulu dizaman rasul, al QURAN itu hadir dalam wajah jelek (tampil dikulit kambeng) udah lah kepalanya botak (tak berbaris) beraroma busuk pula lg itu (yg pastinya bau bangkailah). Dahulu Alquran itu memang parah, kehadirannya primitif, beda dengan sekarang. Alquran yg sekarang sudah maju secara profresif. Ia tampil dlm wajah tampan.” (di buku….” tulis Tuah Aulia dalam satu postingannya.
Postingan tulisan ini terlihat sudah dihapus dari kronologi postingan Tuah Aulia di Facebook. Namun beberapa netizen sudah terlebih dahulu menyalin, postingan tersebut sehingga masih bisa ditelusuri.
Tidak hanya itu menurut Nur Ahmad Fadhil Lubis, Tuah Aulia juga diakui beberapa orang saksi yang melihat telah terbukti melempar Alquran di hadapan mahasiswa baru saat berlangsung masa orientasi siswa (MOS).
Ahmad Fadhil mengungkapkan terdapat dua poin yang membuat Tuah Aulia dipecat dari UIN pertama pelanggaran disiplin dan kedua penistaan agama.
Pelanggaran disiplin termasuk saat dia menjadi instruktur MOS di UIN.
“Dia sebagai instruktur, menggunakan hal-hal di luar itu. Seperti mencampakkan Alquran ke tanah dan diambilnya kembali sambil mengeluarkan kalimat yang menjelekkan Alquran,” jelas Ahmad Fadhil.
Menurutnya tindakannya itu sudah diperingatkan oleh pihak rektorat, tapi kemudian dia membuka forum tersendiri di media sosial yang dinilai mencemarkan nama baik UIN.

SUNNAH BERSIWAK


SUNNAH BERSIWAK
Definisi dari siwak dalam bahasa Arab berarti menggosok, sedangkan menurut arti syar’i adalah menggosok gigi dan sekitarnya dengan suatu benda yang kasar (yang bisa menghilangkan kotoran gigi dan sisa makanan).
Adapun keutamaan memakai siwak banyak sekali diutarakan oleh Nabi SAW, diantaranya hadits-hadits Nabi SAW berikut ini:
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
“Jika aku tidak takut memberatkan umatku niscaya aku perintahkan mereka memakai siwak setiap kali akan melaksanakan sholat. (Hadits Riwayat Imam Bukhori dan muslim)
السِّوَاكُ مُطَهَّرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ وَمَجْلاَةٌ لِلْبَصَرِ
“Memakai siwak itu mengharumkan mulut, membuat rela Allah kepada kita dan membuat terang mata. (Hadits Riwayat Imam Ahmad dan An Nasai)
(رَكْعَتَانِ بِسِوَاكٍ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً بِغَيْرِ سِوَاك” ( رواه أبو نعيم والدرقطني
“Dua rakaat dilaksanakan dengan memakai siwak lebih baik dari 70 rakaat tanpa siwak. (Hadits Riwayat Imam Abu Nairn dan Ad Daruqutni)
Para ulama’ berkata bahwasanya memakai siwak mempunyai banyak faedah bahkan sebagian dari mereka menghitungnya sampai 70 faedah, diantaranya sebagai berikut:
  1. Menambah kefasihan Lisan
  2. Menambah kecerdasan
  3. Mempertajam pandangan mata
  4. Mempermudah jalannya ruh ketika sekarat
  5. Membuat takut musuh
  6. Mendapatkan pahala yang banyak dengan menggunakannya
  7. Membuat awet muda pemakainya
  8. Mengharumkan bau mulut
  9. Menghilangkan kotoran serta kuningnya gigi
  10. Menguatkan gusi
  11. Membuat bundar muka
  12. Membuat rela Allah
  13. Memutihkan gigi
  14. Menyebabkan kekayaan dan kemudahan bagi yang memakainya
  15. Menghilangkan pusing kepala dan penyakit penyakit kepala
  16. Memperbaiki pencernaan serta menguatkannya
  17. Membersihkan hati
  18. Mengingatkan kita untuk mengucapkan dua kalimat syahadat ketika sekarat, dan masih banyak lagi faedah faedah yang disebutkan oleh ulama’ dalam kitab kuning mereka.
Adapun hukum bersiwak pada asalnya adalah sunnah akan tetapi terkadang bisa menjadi wajib, makruh bahkan haram dan lain-sebagainya. Sebagai mana hal itu dijelaskan dibawah ini:
1. Wajib,
Yakni, terkadang bersiwak itu hukumnya wajib dalam tiga masalah dibawah ini:
    • Yang pertama, jika tergantung kepada penggunaan siwak hilangnya suatu najis, misalnya jika dia makan sesuatu yang najis lalu sebagian makanan tersebut terselip diantara giginya dan tidak dapat hilang kecuali dengan menggunakan siwak maka hukumnya bersiwak saat itu adalah wajib.
    • Yang kedua, jika dia seorang laki-laki yang berkewajiban melaksanakan sholat Jum’at, lalu dia sengaja memakan sesuatu yang menyebabkan mulutnya berbau, misalnya karena makan bawang mentah dan lain-lain, maka bau mulutnya tersebut harus dihilangkan sebelum berangkat untuk sholat Jum’at karena hal itu dapat menganggu orang yang duduk di sekitarnya. Dan jika tidak dapat hilang kecuali dengan menggunakan siwak maka hukumnya bersiwak saat itu hukumnya wajib, dan jika setelah bersiwak pun belum hilang juga maka hukumnya dapat diperinci sebagai berikut, jika dia memakannya dengan sengaja maka tetap dia wajib melaksanakan sholat Jum’at akan tetapi dia duduk paling belakang tidak berkumpul dengan orang, supaya tidak mengganggu orang-orang yang duduk disekitarnya. Adapun jika memakannya tidak disengaja misalnya karena dijamu oleh seseorang, maka tidak wajib atasnya sholat Jum’at akan tetapi tetap dirumahnya dan sebagai gantinya dia laksanakan sholat dzuhur di rumahnya.
    • Yang ketiga, jika dia bernadzar untuk bersiwak ketika sholat, wudlu’ dan lain-lain, maka dia wajib laksanakan nadzarnya tersebut, maka dalam tiga hal tersebut hukumnya wajib bersiwak.
2. Sunnah,
Yakni, sebagaimana diketahui bahwa asal hukum dari bersiwak adalah sunnah. Jadi bersiwak dalam segala keadaan kapanpun hukumnya sunnah. Cuma dalam beberapa keadaan menjadi lebih kuat kesunnahannya diantaranya pada keadaan keadaan berikut ini:
    • Ketika berwudlu’
    • Ketika akan sholat
    • Ketika sekarat
    • Ketika akan membaca Al Quran
    • Ketika akan membaca hadits Nabi SAW
    • Ketika akan membaca kitab kitab ilmu agama
    • Ketika bau mulut berubah
    • Ketika akan memasuki rumah
    • Ketika akan tidur
    • Ketika bangun dari tidur.
3. Makruh,
Yaitu bersiwak setelah masuknya waktu sholat Dzuhur pada saat kita sedang berpuasa baik puasa wajib atau sunnah, karena hal itu akan menghilangkan bau mulut orang yang sedang berpuasa, yang mana dalam agama dianjurkan untuk tidak dihilangkan.
4. Khilaful aula,
Hukum khilaful aula sama dengan hukum makruh akan tetapi lebih rendah dari makruh, yaitu jika bersiwak menggunakan siwak orang lain dengan izinnya. Itupun jika tanpa niat tabarruk, adapun jika dengan niat tabarruk maka hukumnya sunnah.
5. Haram,
Yaitu jika bersiwak menggunakan siwak orang lain tanpa seizin darinya dan tidak yakin dia akan rela meminjamkannya jika dia mengetahuinya.

Derajat Alat yang Digunakan untuk Bersiwak
Menggunakan alat apapun untuk bersiwak hukumnya sunnah baik dengan menggunakan kayu arok (yang biasa dibawa oleh para haji dari tanah suci), sikat gigi, dan lain-lain yang penting alat itu kasar dapat menghilangkan kotoran-kotoran gigi dan kuning-kuningnya. Dan Asalkan dengan niat mengikuti sunnah Rosul maka kita akan mendapatkan pahala dari bersiwak itu. akan tetapi jika kita menggunakan kayu arok lebih sunnah dari segi karena Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ menggunakannya ketika beliau bersiwak. Maka Lebih jelasnya lihatlah derajat alat untuk digunakan sebagai siwak dari segi afdloliah (yang lebih utama) yaitu sebagai berikut:
1. Dengan kayu arok (yang terdapat di negara arab yang biasa dijadikan hadiah oleh para haji dari tanah suci),
2. Dengan kayu yang diambil dari pelepah kurma yang tidak tumbuh daun sekitarnya. Dan diriwayatkan bahwa Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ bersiwak terakhir kali sebelum beliau wafat menggunakan kayu dari pelepah pohon kurma,
3. Dengan kayu pohon zaitun. Sebagimana sabda Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ I “نِعْمَ السِّوَاكُ الزَّيْتُوْن مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ تُطَيِّبُ الْفَمَ وَتُذْهِبُ بِالْحُفر وَهُوَ سِوَاكِي وَسِوَاكُ الأَنْبِيَاء مِنْ قَبْلِي (رواه الدارقطني
“Sebaik-baik siwak adalah dari pohon zaitun dimana pohonnya membawa barokah dapat mengharumkan bau mulut dan menghilangkan lubang gigi dan itu adalah siwakku dan para siwak para Nabi sebelumku”. (Hadits Riwayat Imam Ad Daruqutni)
4. Menggunakan siwak yang masih basah,
5. Menggunakan siwak yang kering.
Dan setiap alat siwak tersebut diatas itu mempunyai 5 derajat lainnya dari segi basah tidaknya siwak yang kita gunakan, yaitu sebagai berikut:
  1. Siwak yang dibasahi sebelumnya dengan menggunakan air.
  2. Siwak yang dibasahi sebelumnya dengan menggunakan air mawar.
  3. Siwak yang dibasahi sebelumnya dengan menggunakan air ludah.
  4. Siwak yang masih basah.
  5. Siwak yang kering tidak basah.
Maka macam-macam siwak tersebut diatas yang paling afdlol digunakan dari segi alat siwaknya mempunyai lima martabat lainnya dari segi basah dan keringnya, misalnya kayu arok yang dibasahi dengan air lebih afdlol dari kayu arok yang dibasahi dengan air mawar, dan kayu arok yang dibasahi dengan air mawar lebih afdlol dari kayu arok yang dibasahi dengan air ludah, dan kayu arok yang dibasahi dengan air ludah lebih baik dari kayu arok yang masih basah, dan kayu arok yang masih basah lebih baik dari kayu arok yang sudah kering, begitu pula siwak yang terbuat dari pelepah kurma, atau kayu zaitun dan lain-lain mempunyai lima martabat dari segi basah atau keringnya kayu kayu itu jadi jumlah keseluruhannya adalah dua puluh lima martabat dalam menggunakan alat alat siwak tersebut.
Sedangkan cara yang sunnah dalam memegang siwak adalah dengan cara menjadikan jari kelingking dari tangan kanan di bawah ujung paling bawah dari siwak tersebut, dan jari manis, jari tengah dan jari telunjuk diletakkan di atasnya sedangkan ibu jarinya diletakkan di bawah ujung paling atas dari siwak itu. Juga sunnah unttuk membaca niat bersiwak seperti berikut:
نَوَيْتُ التَّسْوِيْكَ لِلّٰهِ تَعَالٰى
“Saya niat bersiwak karena Allah Ta’ala”.

Dan cara yang sunnah dalam memakainya adalah dengan menggunakan diantara gigi dengan cara menggosokkan siwak itu melebar dari arah kanan ke kiri, dimulai dari bagian giginya yang sebelah kanan lalu yang sebelah kiri seperti angka delapan 8, jadi dimulai dari atas sebelah kanan kita gosokkan sampai ke ujungnya kemudian kearah bawahnya dan kita gosokkan kearah tengah, dan setelah sampai ditengah kita angkat lagi keatas dari giginya yang sebelah kiri lalu kita gosokkan sampai di ujungnya setelah itu kita arahkan ke bagian bawah digosokkan kearah tengah dan begitu seterusnya, bukan dengan cara menggosokkan dari atas ke bawah karena hal itu akan menyebabkan giginya akan berdarah.
Perlu diperhatikan, sunnah hukumnya agar siwak yang dipakai tidak lebih dari ukuran sekilan tangan manusia dan tidak kurang dari empat jari panjangnya, sedangkan besar kecilnya disunnahkan untuk tidak lebih kecil dari jari kelingking dan tidak lebih besar dari ibu jari. Begitu pula disunnahkan untuk menelan air ludah yang bercampur dengan getah dari kayu arok tatkala digunakan pertama kali akan tetapi tidak disunnahkan untuk menghisap ujung siwak setelah menggunakannya. Dan juga sunnah hukumnya membersihkan gigi dengan tusuk gigi sebelum dan sesudah bersiwak, dan makruh hukumnya jika mencelupkan siwak tersebut ke dalam air yang akan digunakan untuk wudlu’nya, begitu pula makruh hukumnya menggunakan siwak tersebut dari dua sisi (atas dan bawah sama-sama digunakan)
Ketika bersiwak maka sunnah hukumnya membaca doa saat memakai siwak seperti dibawah ini:
اَللَّهُمَّ بَيِّضْ بِهِ أَسْنَانِيْ وَشُدَّ بِهِ لِثَّتِيْ وَثَبِّتْ بِهِ لَهَاتِي وَأَفْصِحْ بِهِ لِسَانِيْ وَبَارِكْ لِيْ فِيْهِ وَأَثِبْنِيْ عَلَيْهِ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
ALLAHUMMA BAYYIDL BIHI ASNAANII WA;SYUDDA BIHI LITSTSATII WA;TSABBIT BIHI LAHAATII WA;AFSHIH BIHI LISAANII WABAARIK LII FIIHI WA;ATSBITNII ‘ALAIHI YAA ARHAMARROOHIMIIN
“Ya Allah putihkan gigiku dan kuatkan gusiku, serta kuatkan lahatku (daging yang tumbuh di atas langit-langit mulut) dan fasihkan lidahku dengan siwak itu serta berkatilah siwak tersebut dan berilah pahala aku karenanya, wahai Dzat paling mengasihi diantara para pengasih”.

Oleh: Al Habib Segaf Baharun, M.HI, Pengasuh Pondok Pesantren Darullughah Wadd’awah Putri, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur.

Kisah Nabi SAM'UN AS ( SAMSON ) dan LAILATUL QADAR

Taukah siapa itu Nabi SAM'UN?

Dalam bahasa Ibrani dikenal dengan SAMSON & DELILAH.

Dalam Islam, dia merupakan salah satu Nabi yang dihidup dimasa Nabi Musa A.S dengan nama Nabi SAM'UN A.S.

Nabi SAM'UN A.S dengan izin Allah SWT dikenal memiliki tubuh yang kekar dan sangat kuat, hingga bisa merobohkan istana yang kekar sekalipun saat itu.



Suatu ketika dalam hidupnya dia bernazar kepada Allah SWT bahwa ingin hidup mengabdi kepada Allah SWT dengan tidak keluar dari tempat ia berdiam diri. Dia membangun semacam tenda dimana dia tetap berdiam diri dan beribadah kepada Allah SWT tanpa keluar dari tempat tsb. Saking sayangnya Allah SWT, akhirnya Allah menumbuhkan pohon anggur dan pohon tersebut berbuah ketika Nabi SAM'UN A.S merasa lapar. Nabi SAM'UN A.S tak pernah mengatakan bahwa dirinya lapar atau haus, dia hanya fokus beribadah kepada Allah SWT.

Ketika dia lapar, maka yang menyuapi buah anggur tersebut adalah malaikat. SUBHANALLAH.

Suatu ketika seorang Raja yang zalim dinegri tersebut berkeinginan memburu Nabi SAM'UN A.S dan membujuk istri Nabi SAM'UN untuk membocorkan kelemahan sang Nabi. walhasil, sang nabi bercerita bahwa kelemahannya adalah pada rambutnya yang panjang. Bila dipotong, maka dia akan menjadi lemah.

Maka suatu ketika, saat Nabi Sam'un tengah tidur, diguntinglah rambut sang Nabi dan setelah itu beliau menjadi lemah. saat itulah Nabi Sam'un ditangkap dan dibawa menghadap Raja dan Raja memerintahkan untuk membutakan mata Nabi Sam'un.



Nabi Sam'un A.S kemudian berdoa kepada Allah SWT agar dipanjangkan umurnya dan dipanjangkan kembali rambutnya untuk dapat menenggelamkan istana Raja beserta seluruh rakyat dan istrinya yang telah berlaku zalim dan juga dirinya siap untuk mati bersama Raja zalim tersebut.

Dan saat rambutnya telah panjang, hal tersebutpun dilakukan dan beliau meninggal bersama rakyat yang zalim, Raja beserta istananya hancur lebur.

Mau tau berapa lama beliau beribadah kepada Allah SWT?beliau beribadah kepada Allah SWT selama Seribu bulan.

Janji Allah SWT tentang LAILATUL QADAR adalah sebuah malam bagi kaum Muslim dibulan Ramadhan dengan kebaikan yang telah dilakukan oleh Nabi SAM'UN A.S ditambah lagi dengan seluruh kebaikan yang pernah ada.

Maka kita sebagai kaum Muslim, bersungguh-sungguhlah dalam beribadah kepada Allah SWT terutama dibulan Ramadhan ini, semoga insya Allah kita dapat menggapai malam tersebut.

semakin akhir Ramadhan memang semakin banyak tantangan duniawi, namun manakah yang akan kita dahulukan bila mengingat kisah ini.

Semoga Allah SWT dapat memberikan ampunan kepada umatnya yang mendapatkan LAILATUL QADAR ini.

* Kisah ini diceritakan oleh Habib Zainal Abidin Asegaff semalam (08 JULI 2014) di Masjid Arrahmah-Pondok Gede, Kota Bekasi Jawa Barat. Silahkan dikoreksi bila ada yang kurnag tepat.

selengkapnya  silahkan bertanya kepada Mursyid anda masing2.
atau bisa searching di google sebagai referensi.

Wallahu a'lam bishowab.

"RASULULLAH SAJA TIDAK PAKAI HELM!!"

Gambar hanya ilustrasi saja
"RASULULLAH SAJA TIDAK PAKAI HELM!!"
Suatu ketika, seorang polisi menghentikan seorang bapak pengendara sepeda motor yang tidak mengenakan helm dimana bapak itu hanya mengenakan peci berwarna putih sebagai penggantinya. Tanpa pikir panjang, polisi meminta SIM dan STNK si bapak yang langsung ditolak dengan keras si bapak.
Polisi : (Mengeluarkan buku tilang) Maaf, boleh saya melihat SIM dan STNK anda?
Bapak : Sebutkan apa kesalahan saya.
Polisi : Anda tidak mengenakan helm.
Bapak : Saya tidak akan mengenakan helm, itu bukan sesuatu yang wajar di agama saya.
Polisi : (Sedikit bingung) Maksud anda?
Bapak : RASULULLAH SAJA TIDAK PAKAI HELM. JADI JANGAN MINTA SAYA MENGENAKAN SESUATU YANG TIDAK DIKENAKAN OLEH BELIAU.
Polisi : (Menutup bukunya dan tersenyum ramah) Begitu ya pak? Tapi setahu saya juga, RASULULLAH TIDAK MENGENDARAI MOTOR. Dan pertanyaan saya pun sederhana, andai zaman itu sudah ada motor, APAKAH ANDA YAKIN RASULULLAH TIDAK AKAN PERNAH MEMAKAI HELM?
Bapak : (Tersentak dan terdiam seketika)
Polisi : Anda dengan mudahnya mengharamkan yang anda benci, tapi menghalalkan yang anda sukai seolah-olah andalah penentunya. AlhamduliLLAH saya juga punya ilmu agama yang baik, dan saya percaya bahwa RASULULLAH lebih menyukai umatnya yang melindungi kesehatannya dan keluarganya.
Bapak : Apa maksud bapak? Apakah hanya karena helm berarti saya tak melindungi keluarga saya?
Polisi : Benar. Bahwa jika terjadi hal buruk yang mencelakai kepala anda akibat benturan, apakah keluarga anda tidak akan menerima akibatnya? Bagaimana perasaan takut dan tertekan yang akan mereka rasakan? Siapa yang nanti akan menafkahi mereka?
Bapak : ALLAH yang akan menafkahi mereka.
Polisi : Lewat siapa? Bukankah rezeki yang diberikan ALLAH seringkali lewat orang lain? Dan bukankah rezeki yang mereka terima itu lewat anda? Jika anda cacat, maka aliran rezeki akan lewat orang lain, bisa jadi 'ayah tiri anak-anak anda'. Dan apakah anda ikhlas dengan itu?
Bapak : (Sekali lagi terdiam sambil mengeluarkan SIM dan STNK)
Polisi : Ini pesan saya buat anda pak, melindungi diri anda sama halnya dengan melindungi keluarga anda. Mungkin ini hanya sebuah helm, tapi bayangkan perasaan nyaman yang dirasakan istri anda saat melihat kepala suaminya terlindungi. Dan jika anda mencintai keluarga anda, maka anda pasti mengurangi resiko yang membahayakan anda. Hari ini saya tak menilang anda, anggaplah nasehat barusan sebagai surat tilang saya untuk anda.



Korelasi Akal dan Panjangnya jenggot (Meneliti pernyataan Ketua PBNU, KH. Said Aqil Sirajd)

Korelasi Akal dan Panjangnya jenggot (Meneliti pernyataan Ketua PBNU, KH. Said Aqil Sirajd)

Setelah Ketua Umum PBNU menyatakan bahwa jenggot mengurangi kecerdasan dan  semakin panjang jenggotnya semakin goblok, sontak para anti NU langsung mencaci dan menyerang dengan semangatnya. Padahal sebagai muslim jika kita ragu dengan Qaul Ulama, kita tidak boleh langsung mengingkarinya, namun harus mencari dalilnya atau minimal diam karena bukan Ulamanya yang keliru namun kita yang masih bodoh akan ilmu agama. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Umdatussalik :

إذا سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .

“Apabila engkau mendengar beberapa ucapan dari ahli Tashawuf dan ahlul kamal yang mana secara zahir tidak sesuai dengan syariat Nabi yang menyatakan petunjuk dari segala kesesatan, maka bertawaquflah (berdiamlah/jangan berkomentar) engkau padanya dan bermohonlah (berserahlah) kepada Allah Yang Maha Mengetahui agar engkau di beri akan ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau cenderung mengingkarinya yang mengakibatkan memberi kesimpulan yang buruk. Karena sebagian dari pada kalimah atau perkataan mereka itu adalah isyarat yang tidak mudah difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya dari pada isi al Quran al Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang. Maka jalan ini lebih selamat sejahtera, dan jalan yang lurus.”

Jadi diam atau mencari dalilnya, untuk itu mari kita buka kitab kuning tentang Hukum berjenggot.

Hukum Memelihara dan Mencukur Jenggot
Sedikit saya kutip keterangan mengenai jenggot dari Ustadz Idrus Ramli, Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)
Dari Ibn Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berbeda dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”. Dan ketika Ibn Umar melaksanakan haji atau umrah, beliau memegang jenggotnya, dan ia pun memotong bagian yang melebihi genggamannya” (Shahih al-Bukhari, 5442)
Walaupun hadits ini menggunakan kata perintah, namun tidak serta merta, kata tersebut menunjukkan kewajiban memanjangkan jenggot serta kewajiban mencukur kumis. Kalangan Syafi’iyyah mengatakan bahwa perintah itu menunjukkan sunnah. Perintah itu tidak menunjukkan sesuatu yang pasti atau tegas (dengan bukti Ibnu Umar sebagai sahabat yang mendengar langsung sabda Nabi Muhammad Saw tersebut masih memotong jenggot yang melebihi genggamannya). Sementara perintah yang wajib itu hanya berlaku manakala perintahnya tegas.
Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari menyatakan mencukur jenggot adalah makruh khususnya jenggot yang tumbuh pertama kali. Karena jenggot itu dapat menambah ketampanan dan membuat wajah menjadi rupawan. (Asnal Mathalib, juz I hal 551)
Dari alasan ini sangat jelas bahwa alasan dari perintah Nabi Muhammad SAW itu tidak murni urusan agama, tetapi juga terkait dengan kebiasaan atau adat istiadat. Dan semua tahu bahwa jika suatu perintah memiliki keterkaitan dengan adat, maka itu tidak bisa diartikan dengan wajib. Hukum yang muncul dari perintah itu adalah sunnah atau bahkan mubah.
Jika dibaca secara utuh, terlihat jelas bahwa hadits tersebut berbicara dalam konteks perintah untuk tampil berbeda dengan orang-orang musyrik. Imam al-Ramli menyatakan, “Perintah itu bukan karena jenggotnya. Guru kami mengatakan bahwa mencukur jenggot itu menyerupai orang kafir dan Rasululullah SAW sangat mencela hal itu, bahkan Rasul SAW mencelanya sama seperti mencela orang kafir” (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz IV hal 162)
Atas dasar pertimbangan ini, maka ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa memelihara jenggot dan mencukur kumis adalah sunnah, tidak wajib. Oleh karena Setelah Ketua Umum PBNU menyatakan bahwa jenggot mengurangi kecerdasan dan  semakin panjang jenggotnya semakin goblok, sontak para anti NU langsung mencaci dan menyerang dengan semangatnya. Padahal sebagai muslim jika kita ragu dengan Qaul Ulama, kita tidak boleh langsung mengingkarinya, namun harus mencari dalilnya atau minimal diam karena bukan Ulamanya yang keliru namun kita yang masih bodoh akan ilmu agama. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Umdatussalik :

إذا سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .

“Apabila engkau mendengar beberapa ucapan dari ahli Tashawuf dan ahlul kamal yang mana secara zahir tidak sesuai dengan syariat Nabi yang menyatakan petunjuk dari segala kesesatan, maka bertawaquflah (berdiamlah/jangan berkomentar) engkau padanya dan bermohonlah (berserahlah) kepada Allah Yang Maha Mengetahui agar engkau di beri akan ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau cenderung mengingkarinya yang mengakibatkan memberi kesimpulan yang buruk. Karena sebagian dari pada kalimah atau perkataan mereka itu adalah isyarat yang tidak mudah difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya dari pada isi al Quran al Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang. Maka jalan ini lebih selamat sejahtera, dan jalan yang lurus.”

Jadi diam atau mencari dalilnya, untuk itu mari kita buka kitab kuning tentang Hukum berjenggot.

Hukum Memelihara dan Mencukur Jenggot
Sedikit saya kutip keterangan mengenai jenggot dari Ustadz Idrus Ramli, Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)
Dari Ibn Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berbeda dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”. Dan ketika Ibn Umar melaksanakan haji atau umrah, beliau memegang jenggotnya, dan ia pun memotong bagian yang melebihi genggamannya” (Shahih al-Bukhari, 5442)
Walaupun hadits ini menggunakan kata perintah, namun tidak serta merta, kata tersebut menunjukkan kewajiban memanjangkan jenggot serta kewajiban mencukur kumis. Kalangan Syafi’iyyah mengatakan bahwa perintah itu menunjukkan sunnah. Perintah itu tidak menunjukkan sesuatu yang pasti atau tegas (dengan bukti Ibnu Umar sebagai sahabat yang mendengar langsung sabda Nabi Muhammad Saw tersebut masih memotong jenggot yang melebihi genggamannya). Sementara perintah yang wajib itu hanya berlaku manakala perintahnya tegas.
Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari menyatakan mencukur jenggot adalah makruh khususnya jenggot yang tumbuh pertama kali. Karena jenggot itu dapat menambah ketampanan dan membuat wajah menjadi rupawan. (Asnal Mathalib, juz I hal 551)
Dari alasan ini sangat jelas bahwa alasan dari perintah Nabi Muhammad SAW itu tidak murni urusan agama, tetapi juga terkait dengan kebiasaan atau adat istiadat. Dan semua tahu bahwa jika suatu perintah memiliki keterkaitan dengan adat, maka itu tidak bisa diartikan dengan wajib. Hukum yang muncul dari perintah itu adalah sunnah atau bahkan mubah.
Jika dibaca secara utuh, terlihat jelas bahwa hadits tersebut berbicara dalam konteks perintah untuk tampil berbeda dengan orang-orang musyrik. Imam al-Ramli menyatakan, “Perintah itu bukan karena jenggotnya. Guru kami mengatakan bahwa mencukur jenggot itu menyerupai orang kafir dan Rasululullah SAW sangat mencela hal itu, bahkan Rasul SAW mencelanya sama seperti mencela orang kafir” (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz IV hal 162)
Atas dasar pertimbangan ini, maka ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa memelihara jenggot dan mencukur kumis adalah sunnah, tidak wajib. Oleh karena  itu tidak ada dosa bagi orang yang mencukur jenggotnya. Apalagi bagi seorang yang malah hilang ketampanan dan kebersihan serta kewibawaannya ketika ada jenggot di wajahnya. Misalnya apabila seseorang memiliki bentuk wajah yang tidak sesuai jika ditumbuhi jenggot, atau jenggot yang tumbuh hanya sedikit.
Adapun pendapat yang mengarahkan perintah itu pada suatu kewajiban adalah tidak memiliki dasar yang kuat. Al-Halimi dalam kitab Manahij menyatakan bahwa pendapat yang mewajibkan memanjangkan jenggot dan haram mencukurnya adalah pendapat yang lemah. (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz V hal 551). Imam Ibn Qasim al-abbadi menyatakan bahwa pendapat yang menyatakan keharaman mencukur jenggot menyalahi pendapat yang dipegangi (mu’tamad). (Hasyiah Tuhfatul Muhtaj Syarh al-Minhaj, juz IX hal 375-376)
Batas Sunnah Memelihara Jenggot
Dalam riwayat Bukhari terdapat redaksi kelanjutan hadis diatas:

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ (رواه البخاري رقم 5892)
“Ibnu Umar ketika haji atau umrah memegang jenggotnya, maka apa yang melebihi (genggamannya) ia memotongnya” (HR Bukhari No 5892)

al-Hafidz Ibnu Hajar menyampaikan riwayat yang lain:
وَقَدْ أَخْرَجَهُ مَالِك فِي الْمُوَطَّأ " عَنْ نَافِع بِلَفْظِ كَانَ اِبْن عُمَر إِذَا حَلَقَ رَأْسه فِي حَجّ أَوْ عَمْرَة أَخَذَ مِنْ لِحْيَته وَشَارِبه " (فتح الباري لابن حجر - ج 16 / ص 483)
“Dan telah diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwatha’ dari Nafi’ dengan redaksi: Ibnu Umar jika mencukur rambutnya saat haji atau umrah, ia juga memotong jenggot dan kumisnya” (Fath al-Baarii 16/483)
Qadliy Iyadl menyatakan: “Hukum mencukur, memotong, dan membakar jenggot adalah makruh. Sedangkan memangkas kelebihan, dan merapikannya adalah perbuatan yang baik. Dan membiarkannya panjang selama satu bulan adalah makruh, seperti makruhnya memotong dan mengguntingnya.[/i]” (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).

Menurut Imam An-Nawawi, para ‘ulama berbeda pendapat, apakah satu bulan itu merupakan batasan atau tidak untuk memangkas jenggot (lihat juga penuturan Imam Ath-Thabari dalam masalah ini; al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, juz 10, hal. 350-351).
Sebagian ‘ulama tidak memberikan batasan apapun. Namun mereka tidak membiarkannya terus memanjang selama satu bulan, dan segera memotongnya bila telah mencapai satu bulan.

Imam Malik memakruhkan jenggot yang dibiarkan panjang sekali. Sebagian ‘ulama yang lain berpendapat bahwa panjang jenggot yang boleh dipelihara adalah segenggaman tangan. Bila ada kelebihannya (lebih dari segenggaman tangan) mesti dipotong. Sebagian lagi memakruhkan memangkas jenggot, kecuali saat haji dan umrah saja (lihat Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, hadits no. 383; dan lihat juga Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, hadits. No. 5442).

Menurut Imam Ath-Thabari, para ‘ulama juga berbeda pendapat dalam menentukan panjang jenggot yang harus dipotong. Sebagian ‘ulama tidak menetapkan panjang tertentu, akan tetapi dipotong sepantasnya dan secukupnya. Imam Hasan Al-Bashri biasa memangkas dan mencukur jenggot, hingga panjangnya pantas dan tidak merendahkan dirinya.

Jenggot dan Kecerdasan
 Dalam kitab Akhbar Al-hamqa wal Mughaffilin Libnil Jauzy disebutkan:


قال عبد الملك بن مروان: من طالت لحيته فهو كوسجٌ في عقله. وقال غيره: من قصرت قامته، وصغرت هامته، وطالت لحيته، فحقيقاً على المسلمين أن يعزوه في عقله. وقال أصحاب الفراسة: إذا كان الرجل طويل القامة واللحية فاحكم عليه بالحمق،
...... الى ان قال ......
وقال بعض الحكماء: موضع العقل الدماغ، وطريق الروح الأنف، وموضع الرعونة طويل اللحية. وعن سعد بن منصور أنه قال: قلت لابن إدريس: أرأيت سلام بن أبي حفصة؟ قال: نعم، رأيته طويل اللحية وكان أحمق.
 ...... الى ان قال ......
. قال زياد ابن أبيه: ما زادت لحية رجل على قبضته، إلا كان ما زاد فيها نقصاً من عقله.


Abdul Malik bin marwan berkata: Barang Siapa panjang jenggotnya maka ia sedikit akalnya, Ulama lain berkata: Barang siapa yang pendek perawakannya, kecil kepalanya dan panjang jenggotnya Maka jelas bagi muslimin untuk menisbatkan pada akalnya. Ashabul firosah berkata: ketika seseorang tinggi perawakan dan panjang jenggotnya maka bisa dipastikan ia orang yang bodoh.

Sebagian Ahli Hikmah mengatakan: Tempatnya akal itu pada otak, jalan jiwa itu melalui hidung dan tempat kebodohan itu pada panjangnya jenggot. Dan dari sa'd bin Manshur mengatakan: aku berkata kepada ibn idris: Apakah kamu tahu sulam bin abi hafshah? dia menjawab: iya, aku melihat panjang jenggotnya dan dia bodoh.
Ziad berkata: Tidaklah tambah lelaki yang jenggotnya melebihi genggammannya, kecuali hanya tambah kurang akalnya(kecerdasannya)


قال بعض الشعراء: متقارب:
إذا عرضت للفتى لـحـيةٌ

وطالت فصارت إلى سرته
فنقصان عقل الفتى عندنـا

بمقدار ما زاد في لحيتـه

Sebagian penyair berkata dengan Bahar Mutaqarib:
Ketika pemuda mempunyai jenggot lebar dan panjang sampai pusarnya, maka kalnya(kecerdasannya) berkurang seukuran panjang jenggotnya(semakin panjang semakin kurang).

Kesimpulan
Hukum mencukur jenggot terdapat khilaf, palagi kalau kita bawa ke ranah lintas madzhab sangat banyak sekali khilafnya, sedangkan untuk panjang jenggot itu sampai berapa? sebagian mengatakan seukuran genggaman tangannya, bahkan jika melebihi genggaman tidak akan nampak kealimannya justru kebodohannya dan semakin panjang akan semakin nampak kebodohannya.

Yang terpenting dari penjelasan ini adalah sebagai Muslim sudah seharusnya ta'dzim dengan Ulama yang pendapatnya belum kita ketahui dalilnya, karena bukan mereka yang keliru namun kita yang masih minim pengetahuan agama. Wallahu a'lam.

Hamim Mustofa Nerashuke
Blitar, 13 September 2015






Setelah Ketua Umum PBNU menyatakan bahwa jenggot mengurangi kecerdasan dan  semakin panjang jenggotnya semakin goblok, sontak para anti NU langsung mencaci dan menyerang dengan semangatnya. Padahal sebagai muslim jika kita ragu dengan Qaul Ulama, kita tidak boleh langsung mengingkarinya, namun harus mencari dalilnya atau minimal diam karena bukan Ulamanya yang keliru namun kita yang masih bodoh akan ilmu agama. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Umdatussalik :

إذا سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .

“Apabila engkau mendengar beberapa ucapan dari ahli Tashawuf dan ahlul kamal yang mana secara zahir tidak sesuai dengan syariat Nabi yang menyatakan petunjuk dari segala kesesatan, maka bertawaquflah (berdiamlah/jangan berkomentar) engkau padanya dan bermohonlah (berserahlah) kepada Allah Yang Maha Mengetahui agar engkau di beri akan ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau cenderung mengingkarinya yang mengakibatkan memberi kesimpulan yang buruk. Karena sebagian dari pada kalimah atau perkataan mereka itu adalah isyarat yang tidak mudah difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya dari pada isi al Quran al Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang. Maka jalan ini lebih selamat sejahtera, dan jalan yang lurus.”

Jadi diam atau mencari dalilnya, untuk itu mari kita buka kitab kuning tentang Hukum berjenggot.

Hukum Memelihara dan Mencukur Jenggot
Sedikit saya kutip keterangan mengenai jenggot dari Ustadz Idrus Ramli, Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)
Dari Ibn Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berbeda dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”. Dan ketika Ibn Umar melaksanakan haji atau umrah, beliau memegang jenggotnya, dan ia pun memotong bagian yang melebihi genggamannya” (Shahih al-Bukhari, 5442)
Walaupun hadits ini menggunakan kata perintah, namun tidak serta merta, kata tersebut menunjukkan kewajiban memanjangkan jenggot serta kewajiban mencukur kumis. Kalangan Syafi’iyyah mengatakan bahwa perintah itu menunjukkan sunnah. Perintah itu tidak menunjukkan sesuatu yang pasti atau tegas (dengan bukti Ibnu Umar sebagai sahabat yang mendengar langsung sabda Nabi Muhammad Saw tersebut masih memotong jenggot yang melebihi genggamannya). Sementara perintah yang wajib itu hanya berlaku manakala perintahnya tegas.
Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari menyatakan mencukur jenggot adalah makruh khususnya jenggot yang tumbuh pertama kali. Karena jenggot itu dapat menambah ketampanan dan membuat wajah menjadi rupawan. (Asnal Mathalib, juz I hal 551)
Dari alasan ini sangat jelas bahwa alasan dari perintah Nabi Muhammad SAW itu tidak murni urusan agama, tetapi juga terkait dengan kebiasaan atau adat istiadat. Dan semua tahu bahwa jika suatu perintah memiliki keterkaitan dengan adat, maka itu tidak bisa diartikan dengan wajib. Hukum yang muncul dari perintah itu adalah sunnah atau bahkan mubah.
Jika dibaca secara utuh, terlihat jelas bahwa hadits tersebut berbicara dalam konteks perintah untuk tampil berbeda dengan orang-orang musyrik. Imam al-Ramli menyatakan, “Perintah itu bukan karena jenggotnya. Guru kami mengatakan bahwa mencukur jenggot itu menyerupai orang kafir dan Rasululullah SAW sangat mencela hal itu, bahkan Rasul SAW mencelanya sama seperti mencela orang kafir” (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz IV hal 162)
Atas dasar pertimbangan ini, maka ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa memelihara jenggot dan mencukur kumis adalah sunnah, tidak wajib. Oleh karena Setelah Ketua Umum PBNU menyatakan bahwa jenggot mengurangi kecerdasan dan  semakin panjang jenggotnya semakin goblok, sontak para anti NU langsung mencaci dan menyerang dengan semangatnya. Padahal sebagai muslim jika kita ragu dengan Qaul Ulama, kita tidak boleh langsung mengingkarinya, namun harus mencari dalilnya atau minimal diam karena bukan Ulamanya yang keliru namun kita yang masih bodoh akan ilmu agama. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Umdatussalik :

إذا سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .

“Apabila engkau mendengar beberapa ucapan dari ahli Tashawuf dan ahlul kamal yang mana secara zahir tidak sesuai dengan syariat Nabi yang menyatakan petunjuk dari segala kesesatan, maka bertawaquflah (berdiamlah/jangan berkomentar) engkau padanya dan bermohonlah (berserahlah) kepada Allah Yang Maha Mengetahui agar engkau di beri akan ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau cenderung mengingkarinya yang mengakibatkan memberi kesimpulan yang buruk. Karena sebagian dari pada kalimah atau perkataan mereka itu adalah isyarat yang tidak mudah difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya dari pada isi al Quran al Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang. Maka jalan ini lebih selamat sejahtera, dan jalan yang lurus.”

Jadi diam atau mencari dalilnya, untuk itu mari kita buka kitab kuning tentang Hukum berjenggot.

Hukum Memelihara dan Mencukur Jenggot
Sedikit saya kutip keterangan mengenai jenggot dari Ustadz Idrus Ramli, Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)
Dari Ibn Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berbeda dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”. Dan ketika Ibn Umar melaksanakan haji atau umrah, beliau memegang jenggotnya, dan ia pun memotong bagian yang melebihi genggamannya” (Shahih al-Bukhari, 5442)
Walaupun hadits ini menggunakan kata perintah, namun tidak serta merta, kata tersebut menunjukkan kewajiban memanjangkan jenggot serta kewajiban mencukur kumis. Kalangan Syafi’iyyah mengatakan bahwa perintah itu menunjukkan sunnah. Perintah itu tidak menunjukkan sesuatu yang pasti atau tegas (dengan bukti Ibnu Umar sebagai sahabat yang mendengar langsung sabda Nabi Muhammad Saw tersebut masih memotong jenggot yang melebihi genggamannya). Sementara perintah yang wajib itu hanya berlaku manakala perintahnya tegas.
Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari menyatakan mencukur jenggot adalah makruh khususnya jenggot yang tumbuh pertama kali. Karena jenggot itu dapat menambah ketampanan dan membuat wajah menjadi rupawan. (Asnal Mathalib, juz I hal 551)
Dari alasan ini sangat jelas bahwa alasan dari perintah Nabi Muhammad SAW itu tidak murni urusan agama, tetapi juga terkait dengan kebiasaan atau adat istiadat. Dan semua tahu bahwa jika suatu perintah memiliki keterkaitan dengan adat, maka itu tidak bisa diartikan dengan wajib. Hukum yang muncul dari perintah itu adalah sunnah atau bahkan mubah.
Jika dibaca secara utuh, terlihat jelas bahwa hadits tersebut berbicara dalam konteks perintah untuk tampil berbeda dengan orang-orang musyrik. Imam al-Ramli menyatakan, “Perintah itu bukan karena jenggotnya. Guru kami mengatakan bahwa mencukur jenggot itu menyerupai orang kafir dan Rasululullah SAW sangat mencela hal itu, bahkan Rasul SAW mencelanya sama seperti mencela orang kafir” (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz IV hal 162)
Atas dasar pertimbangan ini, maka ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa memelihara jenggot dan mencukur kumis adalah sunnah, tidak wajib. Oleh karena  itu tidak ada dosa bagi orang yang mencukur jenggotnya. Apalagi bagi seorang yang malah hilang ketampanan dan kebersihan serta kewibawaannya ketika ada jenggot di wajahnya. Misalnya apabila seseorang memiliki bentuk wajah yang tidak sesuai jika ditumbuhi jenggot, atau jenggot yang tumbuh hanya sedikit.
Adapun pendapat yang mengarahkan perintah itu pada suatu kewajiban adalah tidak memiliki dasar yang kuat. Al-Halimi dalam kitab Manahij menyatakan bahwa pendapat yang mewajibkan memanjangkan jenggot dan haram mencukurnya adalah pendapat yang lemah. (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz V hal 551). Imam Ibn Qasim al-abbadi menyatakan bahwa pendapat yang menyatakan keharaman mencukur jenggot menyalahi pendapat yang dipegangi (mu’tamad). (Hasyiah Tuhfatul Muhtaj Syarh al-Minhaj, juz IX hal 375-376)
Batas Sunnah Memelihara Jenggot
Dalam riwayat Bukhari terdapat redaksi kelanjutan hadis diatas:

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ (رواه البخاري رقم 5892)
“Ibnu Umar ketika haji atau umrah memegang jenggotnya, maka apa yang melebihi (genggamannya) ia memotongnya” (HR Bukhari No 5892)

al-Hafidz Ibnu Hajar menyampaikan riwayat yang lain:
وَقَدْ أَخْرَجَهُ مَالِك فِي الْمُوَطَّأ " عَنْ نَافِع بِلَفْظِ كَانَ اِبْن عُمَر إِذَا حَلَقَ رَأْسه فِي حَجّ أَوْ عَمْرَة أَخَذَ مِنْ لِحْيَته وَشَارِبه " (فتح الباري لابن حجر - ج 16 / ص 483)
“Dan telah diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwatha’ dari Nafi’ dengan redaksi: Ibnu Umar jika mencukur rambutnya saat haji atau umrah, ia juga memotong jenggot dan kumisnya” (Fath al-Baarii 16/483)
Qadliy Iyadl menyatakan: “Hukum mencukur, memotong, dan membakar jenggot adalah makruh. Sedangkan memangkas kelebihan, dan merapikannya adalah perbuatan yang baik. Dan membiarkannya panjang selama satu bulan adalah makruh, seperti makruhnya memotong dan mengguntingnya.[/i]” (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).

Menurut Imam An-Nawawi, para ‘ulama berbeda pendapat, apakah satu bulan itu merupakan batasan atau tidak untuk memangkas jenggot (lihat juga penuturan Imam Ath-Thabari dalam masalah ini; al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, juz 10, hal. 350-351).
Sebagian ‘ulama tidak memberikan batasan apapun. Namun mereka tidak membiarkannya terus memanjang selama satu bulan, dan segera memotongnya bila telah mencapai satu bulan.

Imam Malik memakruhkan jenggot yang dibiarkan panjang sekali. Sebagian ‘ulama yang lain berpendapat bahwa panjang jenggot yang boleh dipelihara adalah segenggaman tangan. Bila ada kelebihannya (lebih dari segenggaman tangan) mesti dipotong. Sebagian lagi memakruhkan memangkas jenggot, kecuali saat haji dan umrah saja (lihat Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, hadits no. 383; dan lihat juga Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, hadits. No. 5442).

Menurut Imam Ath-Thabari, para ‘ulama juga berbeda pendapat dalam menentukan panjang jenggot yang harus dipotong. Sebagian ‘ulama tidak menetapkan panjang tertentu, akan tetapi dipotong sepantasnya dan secukupnya. Imam Hasan Al-Bashri biasa memangkas dan mencukur jenggot, hingga panjangnya pantas dan tidak merendahkan dirinya.

Jenggot dan Kecerdasan
 Dalam kitab Akhbar Al-hamqa wal Mughaffilin Libnil Jauzy disebutkan:


قال عبد الملك بن مروان: من طالت لحيته فهو كوسجٌ في عقله. وقال غيره: من قصرت قامته، وصغرت هامته، وطالت لحيته، فحقيقاً على المسلمين أن يعزوه في عقله. وقال أصحاب الفراسة: إذا كان الرجل طويل القامة واللحية فاحكم عليه بالحمق،
...... الى ان قال ......
وقال بعض الحكماء: موضع العقل الدماغ، وطريق الروح الأنف، وموضع الرعونة طويل اللحية. وعن سعد بن منصور أنه قال: قلت لابن إدريس: أرأيت سلام بن أبي حفصة؟ قال: نعم، رأيته طويل اللحية وكان أحمق.
 ...... الى ان قال ......
. قال زياد ابن أبيه: ما زادت لحية رجل على قبضته، إلا كان ما زاد فيها نقصاً من عقله.


Abdul Malik bin marwan berkata: Barang Siapa panjang jenggotnya maka ia sedikit akalnya, Ulama lain berkata: Barang siapa yang pendek perawakannya, kecil kepalanya dan panjang jenggotnya Maka jelas bagi muslimin untuk menisbatkan pada akalnya. Ashabul firosah berkata: ketika seseorang tinggi perawakan dan panjang jenggotnya maka bisa dipastikan ia orang yang bodoh.

Sebagian Ahli Hikmah mengatakan: Tempatnya akal itu pada otak, jalan jiwa itu melalui hidung dan tempat kebodohan itu pada panjangnya jenggot. Dan dari sa'd bin Manshur mengatakan: aku berkata kepada ibn idris: Apakah kamu tahu sulam bin abi hafshah? dia menjawab: iya, aku melihat panjang jenggotnya dan dia bodoh.
Ziad berkata: Tidaklah tambah lelaki yang jenggotnya melebihi genggammannya, kecuali hanya tambah kurang akalnya(kecerdasannya)


قال بعض الشعراء: متقارب:
إذا عرضت للفتى لـحـيةٌ

وطالت فصارت إلى سرته
فنقصان عقل الفتى عندنـا

بمقدار ما زاد في لحيتـه

Sebagian penyair berkata dengan Bahar Mutaqarib:
Ketika pemuda mempunyai jenggot lebar dan panjang sampai pusarnya, maka kalnya(kecerdasannya) berkurang seukuran panjang jenggotnya(semakin panjang semakin kurang).

Kesimpulan
Hukum mencukur jenggot terdapat khilaf, palagi kalau kita bawa ke ranah lintas madzhab sangat banyak sekali khilafnya, sedangkan untuk panjang jenggot itu sampai berapa? sebagian mengatakan seukuran genggaman tangannya, bahkan jika melebihi genggaman tidak akan nampak kealimannya justru kebodohannya dan semakin panjang akan semakin nampak kebodohannya.

Yang terpenting dari penjelasan ini adalah sebagai Muslim sudah seharusnya ta'dzim dengan Ulama yang pendapatnya belum kita ketahui dalilnya, karena bukan mereka yang keliru namun kita yang masih minim pengetahuan agama. Wallahu a'lam.

Hamim Mustofa Nerashuke
Blitar, 13 September 2015

≠=========== Tambahan =========

Soal jenggot yg d debatkan td, SAS mengutip pendapat ini:

Pendapat ulama tentang jenggot panjang

Memanjangkan jenggot tanda-tanda pandir adalah ucapan Imam Ibnul Jauzi, Ibnu Nujaim dll.

Dalam kitab Ikhbar al Hamqaa wal Mughaffalin disebutkan:

ﻭﻗﺎﻝ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺑﻦ ﻣﺮﻭﺍﻥ : ﻣﻦ ﻃﺎﻟﺖ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﻓﻬﻮ ﻛﻮﺳﺞٌ ﻓﻲ ﻋﻘﻠﻪ. ﻭﻗﺎﻝ ﻏﻴﺮﻩ : ﻣﻦ ﻗﺼﺮﺕ ﻗﺎﻣﺘﻪ ﻭﺻﻐﺮﺕ ﻫﺎﻣﺘﻪ ﻭﻃﺎﻟﺖ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﻓﺤﻘﻴﻘﺎً ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺃﻥ ﻳﻌﺰﻭﻩ ﻓﻲ ﻋﻘﻠﻪ. ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﻔﺮﺍﺳﺔ : ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻃﻮﻳﻞ ﺍﻟﻘﺎﻣﺔ ﻭﺍﻟﻠﺤﻴﺔ ﻓﺎﺣﻜﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺎﻟﺤﻤﻖ ﻭﺇﺫﺍ ﺍﻧﻀﺎﻑ ﺇﻟﻰ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺭﺃﺳﻪ ﺻﻐﻴﺮﺍً ﻓﻼ ﺗﺸﻚ ﻓﻴﻪ

Ibnu Nujaim dalam Bahr Raiq:

ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻧﺠﻴﻢ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ( ﺍﻟﺒﺤﺮ ﺍﻟﺮﺍﺋﻖ ) ﻭﻫﻮ ﻳﺘﻜﻠﻢ ﻋﻦ ﺍﻷﺣﻤﻖ : ﻭﻳﺴﺘﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺻﻔﺘﻪ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺍﻟﺼﻮﺭﺓ ﺑﻄﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ . ﺍﻧﺘﻬﻰ.

Pendapat Syaikh Ali Haidar:

ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻠﻲ ﺣﻴﺪﺭ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ( ﺩﺭﺭ ﺍﻟﺤﻜﺎﻡ ) : ﺍﻟﻌﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻤﻖ ﻫﻲ ﻃﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ، ﻭﺍﻟﺘﻠﻔﺖ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﻮﺍﻧﺐ ﻛﺜﻴﺮﺍً، ﻭﺍﻟﻌﺠﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺑﺪﻭﻥ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﻋﻮﺍﻗﺒﻬﺎ ﻭﻧﺘﺎﺋﺠﻬﺎ ..

Jadi yang dikritik kiai SAS bukan sunah berjenggot, tapi bg yang jenggotnya tidak diramut, sok alim tp cara berfikirnya tdk selebat jenggotnya

Kalo yg berjenggot tokoh2 yg berjenggot seperti Hb Umar BSA, Hb Ali Al Jufriy, Mbah Hasyim As'ariy, Mbah Yai Maimun Zubair, maka jenggot tsb akan menambah kebaikan beliau-beliau tsb....

Kalo yg berjenggot itu Wahabi maka akan semakin menambah kesombongan mereka...

Ada beberapa orang yg mengikuti sunnah dalam penampilan saja, namun dalam sikap mereka malah tidak nyunnah sama sekali....

Panjangnya jenggot akan semakin menunjukkan kebodohan orang2 yg seperti ini....

Imam Ghozali dalam Ihya'nya menuliskan syiir :

ﻻ ﻳﻐﺮﻧﻚ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺮء ﻗﻤﻴﺺ ﺭﻗﻌﻪ ... ﺃﻭ ﺇﺯﺍﺭ ﻓﻮﻕ ﻋﻈﻢ ﺍﻟﺴﺎﻕ ﻣﻨﻪ ﺭﻓﻌﻪ
ﺃﻭ ﺟﺒﻴﻦ ﻻﺡ ﻓﻴﻪ ﺃﺛﺮ ﻗﺪ ﺧﻠﻌﻪ ... ﺃﺭﻩ ﺍﻟﺪﺭﻫﻢ ﺗﻌﺮﻑ ﺣﺒﻪ ﺃﻭ ﻭﺭﻋﻪ

Jangan kau tertipu pada pakaian seseorang yang robek
Atau kain sarung yang ditinggikan di atas betis
Atau jidat yang mengkilap kehitam-hitaman
Perhatikan sifat wira’inya tatkala dihadapkan pada dirham

Dari sini jangan disalahfahami bahwa Imam Ghozali menghina sunnah...!!! Akan tetapi beliau mengkritisi orang yg hanya sibuk pada chasing sedang hardware dan softwarenya sedang soak dan error...!!!

Wallahu a'lam.....




sumber

KISAH LELUHUR HABIB LUTHFI BIN YAHYA

KISAH PERJUANGAN LELUHUR HABIB LUTHFI BIN YAHYA (RADEN TUMENGGUNG SUMODININGRAT) MELAWAN PENJAJAH BELANDA Nama asli beliau adalah al-All...